ABSTRAK
Autokorelasi spasial merupakan salah satu analisis
spasial untuk mengetahui pola hubungan atau korelasi antar lokasi (amatan).
Pada penyebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Padang Panjang, metode ini
akan memberikan informasi penting dalam menganalisis hubungan karakteristik
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi perumahan antar wilayah. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis autokorelasi spasial pada
data perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi perumahan di Kota Padang
Panjang. Metode yang digunakan adalah uji moran’s I dan Local Indicator of
Spatial Autocorrelation (LISA). Hasil analisis menunjukkan bahwa melalui uji
moran’s I tidak terdapat autokorelasi spasial pada perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi perumahan di Kota Padang Panjang pada tahun 2019. Sementara
itu melalui LISA, disimpulkan bahwa terdapat pengelompokan kelurahan yang tidak
signifikan.
Kata kunci : Autokorelasi spasial, moran’s I, LISA, perubahan
PENDAHULUAN
Hukum
Geografi yang dikemukan oleh Tobler menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh
daripada sesuatu yang jauh. Pada data spasial, seringkali pengamatan di suatu
lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang berdekatan.
Autokorelasi
spasial adalah salah satu analisis spasial untuk mengetahui pola hubungan atau
korelasi antar lokasi yang diamati. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
dalam autokorelasi adalah Moran’s I, Rasio Geary’s, dan Local Indicator of
Spatial Autocorrelation (LISA). Dengan menggunakan metode-metode ini akan diperoleh informasi mengenai pola
penyebaran karakteristik suatu wilayah dan keterkaitan antar lokasi di dalamnya
dan metode ini dapat digunakan untuk identifikasi pemodelan spasial.
Berdasarkan
data Kantor Pertanahan Kota Padang Panjang pada tahun 2016 dan 2010 terjadi
penurunan jumlah lahan sawah sebanyak 42,5 Ha, sedangkan pemukiman mengalami
peningkatan 52,9 Ha. Fenomena ini menunjukan tinggi angka konversi lahan
pertanian menjadi penggunaan lain.
Berdasarkan
kajian teori dan permasalahan yang ada, pada
penelitian ini dilakukan analisis autokorelasi spasial untuk mengetahui hubungan
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman antar lokasi di Kota
Padang Panjang.
METODOLOGI PENELITIAN
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta penggunaan tanah tahun 2010 dan
2019 serta peta administrasi Kota Padang Panjang, dari peta tersebut akan
diperoleh peta perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi pemukiman pada
masing-masing kelurahan.
Peta
perbahan penggunaan tanah pertanian menjadi pemukiman pada masing-masing
kelurahan ini yang akan dilihat autokorelasinya, apakah perubahan penggunaan
lahan ini antar daerah ada kaitannya.
Autokorelasi spasial adalah taksiran
dari korelasi antar nilai amatan yang berkaitan dengan lokasi spasial pada
variabel yang sama. Autokorelasi spasial positif menunjukkan adanya kemiripan
nilai dari lokasi-lokasi yang berdekatan dan cenderung berkelompok. Sedangkan
autokorerasi spasial yang negatif menunjukkan bahwa lokasi-lokasi yang
berdekatan mempunyai nilai yang berbeda dan cenderung menyebar.
Karakteristik
dari autokorelasi spasial yang diungkapkan oleh Kosfeld, yaitu:
1. Jika
terdapat pola sistematis pada distribusi spasial dari variabel yang diamati,
maka terdapat autokorelais spasial.
2.
Jika
kedekatan atau ketetanggaan antar daerah lebih dekat, maka dapat dikatakan ada
autokorelasi spasial positif.
3.
Autokorelasi
spasial negatif menggambarkan pola ketetanggaan yang tidak simetris.
4.
Pola
acak dari data spasial menunjukkan tidak ada autokorelasi spasial
Pengukuran autokorelasi spasial untuk
data spasial dapat dihitung menggunakan metode Moran’s index (Indeks Moran),
Rasio Geary’s, dan Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA).
Indeks Moran’s
Indeks Moran (Moran’s I)
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menghitung autokorelasi
spasial secara global. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan
dari keacakan spasial. Keacakan spasial ini dapat mengindikasikan adanya
pola-pola yang mengelompok atau membentuk trend terhadap ruang. Menurut
Kosfeld, perhitungan autokorelasi spasial dengan metode Indeks Moran dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu:
1.
Indeks
Moran dengan matriks pembobot spasial tak terstandarisasi
Dengan
2. Indeks Moran dengan matriks pembobo spasial terstandarisasi W
Dengan: I : Indeks Moran
n : banyaknya lokasi
kejadian
Rentang nilai
dari Indeks Moran’s dalam kasus matriks pembobot spasial terstandarisasi adalah
-1 ≤ I ≤ 1. Nilai -1 ≤ I < 0 menunjukkan adanya autokorelasi spasial
negatif, sedangkan nilai 0 < I ≤ 1 menunjukkan adanya autokorelasi spasial
positif, nilai Indeks Moran’s bernilai nol mengindikasikan tidak berkelompok.
Nilai Indeks Moran tidak menjamin ketepatan pengukuran jika matriks pembobot
yang digunakan adalah pembobot tak terstandarisasi. Untuk mengidentifikasi
adanya autokorelasi spasial atau tidak, dilakukan uji signifikansi Indeks
Moran.
Uji hipotesis untuk Indeks Moran
adalah sebagai berikut:
a.
Hipotesis
H0 :
Tidak ada autokorelasi spasial
H1 :
Terdapat autokorelasi spasial
b.
Tingkat Signifikansi
α
c.
Statistik uji
Dengan
d.
Kriteria
uji
Tolak
H0 pada taraf signifikansi α jika
Moran’s
scatterplot
Moran’s Scatterplot menunjukan hubungan antara nilai amatan pada suatu lokasi yang distandarisasi dengan rata-rata nilai amatan pada lokasi yang bertetanggan dengan lokasi yang bersangkutan. Moran’s Scatterplot berupa diagram scatterplot yang terdiri dari empat kuadran. Setiap kuadran menunjukan pola hubungan spasial antar lokasi yaitu Low-Low (LL), Low-High (LH), High-Low (HL), dan High-High (HH). LL menunjukan bahwa lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi. LH menunjukan bahwa lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi. HL menunjukkan lokasi yang mmepunyai nilai amatan tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah. Dan HH menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mepunyai nilai amatan tinggi. Gambar dibawah ini menunjukan Moran’s Scatterplot :
LISA (Local Indicator of Spasial Autocorrelation)
Moran’s I juga dapat digunakan untuk pengidentifikasian koefisien autocorrelation secara lokal (Local autocorrelation) atau korelasi spasial pada setiap daerah. Semakin tinggi nilai lokal Moran’s, memberikan informasi bahwa wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama atau membentuk suatu penyebaran yang mengelompok. Identifikasi Moran’s I tersebut adalah Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA), yang indeksnya dinyatakan dalam persamaan berikut :
Dimana
Pengujian terhadap paarmeter Ii dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Hipotesis
H0 : Ii =
0 ( tidak ada autokorelasi antar lokasi)
H1 : Ii ≠
0 ( ada autokorelasi antar lokasi)
b. Taraf signifikansi (α)
c. Statistik uji
Variansi dari I0 adalah sebagai berikut:
Dimana
d. Kriteria Uji
Tolak H0 jika
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
analisis dari perubahan lahan pertanian yang berubah menjadi lahan pemukiman
dapat dilihat pada tabel 1. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa terjadi
perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi pemukiman seluas 616.143 m2
atau 4,6 dari luas total lahan pertanian di tahun 2010.
Kelurahan
Pasar Baru adalah wilayah yang mengalami persentase konversi lahan yang paling
tinggi yaitu sebesar 46 % hal ini kemungkinan terjadi karena kelurahan pasar
baru adalah wilayah pusat perekonomian di Kota Padang Panjang sehingga banyak
lahan pertaniannya terkonversi menjadi penggunaan lain terutama untuk
pemukiman.
Kelurahan
Bukit Surungan juga mengalami persentase konversi lahan pertanian menjadi
pemukiman yang cukup tinggi yaitu sebesar 21,2 %, hal ini dimungkinkan terjadi
karena beberapa faktor yaitu di
kelurahan bukit surungan terdapat terminal bus dan pasar khusus komoditi
hortikultura
Selain
dua kelurahan tadi persentase konversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang
tinggi juga terjadi di kelurahan silaing bawah sebesar 11,8 %, kelurahan
kampung manggis 10,8 % dan kelurahan koto panjang 10,5 %. Pada ketiga wilayah
tersebut terdapat komplek-komplek perumahan baru yang mengkonversi lahan
pertanian.
Tabel.1. Luas
Perubahan lahan pertanian menjadi perumahan tahun 2010-2019
No |
Kelurahan |
Luas lahan pertanian 2010 (m2) |
Luas Perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman(m2) |
% |
1 |
Kel. Balai Balai |
63,294
|
4,651 |
7.3 |
2 |
Kel. Bukit Surungan |
711,535 |
150,631 |
21.2 |
3 |
Kel. Ekor Lubuk |
1,982,873 |
4,231 |
0.2 |
4 |
Kel. Ganting |
2,997,215 |
8,002 |
0.3 |
5 |
Kel. Guguk Malintang |
897,082 |
78,503 |
8.8 |
6 |
Kel. Kampung Manggis |
911,129 |
98,024 |
10.8 |
7 |
Kel. Koto Katiak |
318,335 |
12,128 |
3.8 |
8 |
Kel. Koto Panjang |
476,960 |
49,874 |
10.5 |
9 |
Kel. Ngalau |
1,494,159 |
29,415 |
2.0 |
10 |
Kel. Pasar Baru |
1,360 |
626 |
46.0 |
11 |
Kel. Pasar Usang |
535,138 |
50,210 |
9.4 |
12 |
Kel. Sigando |
1,530,910 |
3,080 |
0.2 |
13 |
Kel. Silaing Atas |
503,267 |
10,721 |
2.1 |
14 |
Kel. Silaing Bawah |
898,767 |
105,647 |
11.8 |
15 |
Kel. Tanah Hitam |
134,363 |
6,489 |
4.8 |
16 |
Kel. Tanah Paklambiak |
44,393
|
3,911 |
8.8 |
|
Jumlah |
13,500,782 |
616,143 |
|
Nilai Moran’s
I
Berdasarkan hasil pengujian
autokorelasi spasial dengan Moran’s I (Gambar.1) dengan kriteria
pengujian yaitu tolak H0 pada taraf signifikasi α jika Z(I) > Z1- α . Dengan
menggunakan taraf signifikansi 95% maka diperoleh nilai Z1-α = Z0,95 = 1,645
sehingga diketahui bahwa nilai Z(I) = 0,663329 < Z1- α = 1,645, maka
keputusannya gagal tolak H0 , artinya tidak terdapat autokorelasi spasial pada
luas perubahan penggunaan lahan sawah menjadi pemukiman pada satu kelurahan dan
kelurahan lain di Kota Padang Panjang.
Namun nilai statistik Moran’s I sebesar 0,054973 berada rentang 0 < I ≤ 1
yang artinya menunjukkan adanya pola autokorelasi spasial positif.
Gambar 2 merupakan Moran’s scatterplot yang menunjukkan pola luas perubahan penggunaan lahan sawah menjadi pemukiman pada satu kelurahan dan kelurahan lain di Kota Padang Panjang.
Gambar
2. Moran’s scatterplot
Tabel
2 menunjukkan hasil Moran’s Scatterplot
untuk kasus perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman di Kota
Padang Panjang. Kuadran I (High-High) dengan wilayah Kelurahan Pasar Usang,
Kelurahan Guguk Malintang, Kelurahan Silaing Bawah, Keluarahan Bukit Surungan merupakan
wilayah dengan sifat autokorelasi spasial yang tinggi dan dikelilingi oleh
wilayah sekitarnya yang mempunayi autokorelasi spasial yang tinggi pula.
Tabel
2 Hasil Moran’s Scatterplot
Kuadran I (HH) |
Kelurahan
Pasar Usang, Kelurahan Guguk Malintang, Kelurahan Silaing Bawah, Keluarahan
Bukit Surungan |
Kuadran II
(LH) |
Kelurahan
Tanah Hitam, Kelurahan Pasar Baru, Keluarahan Silaing Atas |
Kuadran III
(LL) |
Keluarahan
Ngalau, Kelurahan Ekor Lubuk, Kelurahan Sigando, Kelurahan Koto Katiak,
Kelurahan Gantiang, Kelurahan Tanah Paklambiak, Kelurahan Balai Balai |
Kuadran IV
(HL) |
Kelurahan Kampung
Manggis, Kelurahan Koto Panjang |
Nilai Local Indicator of Spasial Autocorrelation (LISA)
Untuk
mengetahui signifikansi autokorelasi spasial secara lokal adalah melalui LISA.
Dari pengujian ini akan didapatkan signifikansi secara lokal pada masing-masing
kabupaten/kota.
Tabel
3 menunjukkan nilai moran’s I lokal dan value pengujian LISA. Dapat diketahui
bahwa Kelurahan Silaing Atas mempunyai moran’s I tertinggi yaitu sebesar 0,0018,
berdasarkan nilai dari P value semua kelurahan tidak mempunyai efek
autokorelasi dengan wiayah lainnya.
Tabel
3 nilai indeks LISA pada setiap wilayah
No |
Kelurahan |
LISA |
Pvalue |
1 |
Kel. Tanah Hitam |
-0.000817 |
0.503 |
2 |
Kel. Silaing
Bawah |
0.000775 |
0.332 |
3 |
Kel. Ekor Lubuk |
0.000111 |
0.820 |
4 |
Kel. Ngalau |
0.000340 |
0.694 |
5 |
Kel. Ganting |
0.000208 |
0.746 |
6 |
Kel. Kampung
Manggis |
0.000696 |
0.400 |
7 |
Kel. Silaing Atas |
-0.001849 |
0.136 |
8 |
Kel. Tanah
Paklambiak |
0.001328 |
0.320 |
9 |
Kel. Balai Balai |
0.000525 |
0.762 |
10 |
Kel. Koto Katiak |
0.000254 |
0.750 |
11 |
Kel. Bukit
Surungan |
-0.000849 |
0.760 |
12 |
Kel. Sigando |
0.000332 |
0.540 |
13 |
Kel. Guguk
Malintang |
0.000439 |
0.654 |
14 |
Kel. Koto Panjang |
-0.000433 |
0.850 |
15 |
Kel. Pasar Usang |
0.000006 |
0.847 |
16 |
Kel. Pasar Baru |
-0.000021 |
0.885 |
KESIMPULAN
1.
terjadi perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi pemukiman seluas
616.143 m2 atau 4,6 dari luas total lahan pertanian di tahun 2010
2. Angka moran’s I adalah sebesar 0,0549 dan tidak menunjukkan adanya autokorelasi
spasial (tidak ada hubungan antara lokasi yang satu dengan yang lain).
Sementara dengan LISA, didapat kesimpulan bahwa antara satu kelurahan dengan
kelurahan tidak mempunyai efek autokorelasi signifikan terhadap perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wuryandari,
Triastuti. 2014. identifikasi
autokorelasi spasial pada jumlah pengangguran di jawa tengah menggunakan indeks
moran. Media Statistika, Vol. 7, No. 1, Juni 2014: 1-10.
2.
Dwi
Bekti, Rokhana. 2012. Autokorelasi
Spasial untuk Identifikasi Pola Hubungan Kemiskinan di Jawa Timur. ComTech
Vol.3, No.1, Hal:217-227.