Penginderaan
jauh menggunakan gelombang elektromagnetik untuk memperoleh informasi, yang
dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek yang diamati. Menempatkan peralatan
(sensor) yang menerima radiasi atau pantulan pada pesawat udara dan satelit dan
mengamati permukaan bumi dengan obyek-obyek yang terdapat di atasnya, permukaan
laut atau atmosfer. Dalam prakteknya permukaan bumi diindera melalui sensor,
yang ditempatkan pada pesawat udara atau satelit (platform).
Sejarah penginderaan jauh
Orang yang pertama kali berhasil
mewujudkan angan-angan untuk terbang adalah Archytas dari Tarente, seorang
murid serta pengikut ahli filsafat Pytagoras. Archytas pada tahun 400 sebelum
Masehi sudah membuat burung merpati dari kayu yang dapat terbang. Berawal dari
adanya penerbangan dan perkembangan teknologi tinggi dibidang penerbangan
dewasa ini, manusia sudah dapat menciptakan alat-alat yang dapat melintasi
udara yang dapat membawa satelit untuk diletakkan pada obit di luar angkasa.
Sebelum adanya penginderaan jauh melalui satelit (remote sensing by satelit), penginderaan jauh telah dilakukan
secara konvensional dengan memakai sarana pesawat udara. Penginderaan jauh
secara konvensional memiliki banyak kelemahan, karena jangka waktu penerbangan
sangat terbatas dan kurang akurat apabila tertutup awan tebal. Dengan penemuan
teknologi penginderaan jauh melalui satelit kelemahan-kelemahan penginderaan
secara konvensional dapat diatasi. Data yang diperoleh dengan mempergunakan
satelit lebih luas jangkauannya dan dapat dipasang sepanjang masa (Hanafi, 2011).
Perkembangan penginderaan
jauh (PJ) bisa
dibedakan kedalam dua
tahap yaitu sebelum dan sesudah
tahun 1960. Sebelum tahun 1960 masih digunakan foto udara, setelah tahun 1960
sudah ditambah dengan
citra satelit. Perkembangan
kamera diperoleh dari percobaan yang
dilakukan pada lebih
dari 2.300 tahun
yang lalu oleh
Aristoteles dengan ditemukannya
teknologi Camera Obscura yang merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui
lubang kecil ke dalam ruang gelap. Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13
sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci, Levi ben Gerson, Roger Bacon,
Daniel Barbara (penemuan lensa yang
dapat dipakai untuk
pembesaran pandangan jarak
jauh melalui penggunaan
teleskop), Johan Zahr (penemuan cermin),
Athanins Kircher, Johannes
Kepler,
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1858, Gaspard-Felix Tournachon pada saat itu pertama kali memotret daerah Bievre, kota Paris dengan menggunakan Balon Udara dari ketinggian 80 meter, kemudian digunakan pada Perang Dunia 1 dan 2 sebagai panduan rencana misi pertempuran. Hasil pemotretan ternyata dapat digunakan oleh ahli tata ruang kota untuk membuat peta penggunaan lahan dan peta morfologi daerah Bievre. Hal ini semakin berkembang:
a. di Amerika foto udara pertama kali di buat oleh James Wallace Black tahun 1860, dengan sebuah balon dengan ketinggian 365 meter di atas kota Boston.
b. Pemotretan udara juga pernah menggunakan wahana layang-layang yang pernah di lakukan oleh ED Archibalg (Inggris) tahun1882 dengan tujuan untuk memperoleh data meteorologi.
c. Selanjutnya tanggal 18 April 1906 pemotretan dengan layang-layang di lakukan oleh G.R. Lawrence dari Amerika Serikat untuk memotret daerah San Fransisco setelah kejadian bencana gempa bumi besar dan kebakaran yang melanda daerah tersebut
d. Pada tahun 1903 pesawat udara baru di temukan dan uji coba terbang berhasil di lakukan, akan tetapi pemotretan dengan wahana pesawat terbang baru di mulai pada tahun 1909 di atas Centovelli, Italia, dengan pilotnya bernama Wilbur Wright. Pemanfaatan citra inderaja banyak di gunakan juga selama perang dunia 1 maupun perang dunia ke II, saat itu penggunaan teknik inderaja sangat berperan dalam menentukan keberhasilan suatu misi pertempuran.
e. Pada tahun 1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi kapal dan pesawat udara. Pada masa ini Inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi kapal yang melintas kanal di Inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan pada musim panas tahun 1940.
f. Era perkembangan
inderaja yang spektakuler mulai terjadi saat ditemukanya roket yang membawa
satelit ke ruang angkasa. Hal ini di awali dengan peluncuran satelit TIROS (Television and Infared Observation
Satellite) pada tahun 1960, merupakan satelit tak berawak khusus untuk
pengembangan satelit cuaca. Pada zaman dahulu pemotretan hanya menghasilkan
suatu citra hitam putih dan belum berwarna seperti sekarang ini. Pada
perkembangan selanjutnya di luncurkan satelit berawak seperti Merkury, Gemini,
dan Apollo,
Perkembangan inderaja dan pemanfaatanya mengalami perkembangan dengan pesat. Dahulu sensor yang digunakan hanya kamera, saat ini banyak jenis sensor lain seperti scanner, magnetometer dan sonar.
Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1971 yakni melalui partisipasi LAPAN dalam program ERS-1 atau Landsat pertama, yang kemudian disusul pembangunan Stasiun Bumi Penerima data satelit Tiros-N / NOAA HRPT dan Landsat MSS setelah beberapa tahun kemudian (Mahsum dan Soejoeti, 1976, Wiranto, 1985) dalam (Kushardono et al., 2016).
Perkembangan
inderaja di Indonesia dibagi menjadi 3 periode yakni, periode investigasi atau
penjajakan pada tahun 1972-1982, periode percobaan pada 1982-1993, dan periode
operasional sejak 1992 hingga sekarang (Kartasasmita, 2001) dalam (Kushardono et al., 2016).
DAFTAR
PUSTAKA
https://geograph88.blogspot.com/2014/03/sejarah-penginderaan-jauh.html
https://ariefcasanova.wordpress.com/2015/03/23/sejarah-perkembangan-pengindraan-jauh/
Hanafi, I. H. (2011). Aktifitas Penginderaan Jauh
Melalui Satelit di Indonesia dan Pengaturannya dalam Hukum Ruang Angkasa. Jurnal
Sasi, 17(2), 1–10.
Kushardono, D., Dewanti, R., Sambodo, K. A., & Arief, R.
(2016). Kebutuhan Pengguna Data Penginderaan Jauh di Indonesia : Studi Awal
Untuk Conceptual Design Review Satelit SAR Ekuatorial Indonesia INARSSAT-1. International
Conference of Indonesian Society for Remote Sensing, Gambar 1, 510–520.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar