Senin, 11 Oktober 2021

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KOTA PADANG PANJANG


Kota Padang panjang memiliki laju pertumbuhan penduduk 1,34 % pertahun, dengan laju pertumbuhan tersebut pada tahun 2040 diperkirakan jumlah penduduk 70.487 jiwa. Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut jumlah konsumsi beras juga akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 jumlah konsumsi beras di Kota Padang Panjang 4.451 ton pertahun, di proyeksikan pada tahun 2040 meningkat menjadi 5921 ton pertahun. Dengan asumsi konversi Gabah Kering Giling menjadi beras 0,6402, kebutuhan padi pada tahun 2018 sebanyak 6953 ton pertahun dan diproyeksikan pada tahun 20140 kebutuhan padi sebanyak 9248 ton pertahun.

Dengan asumsi produktivitas 4,7 ton perhektar diperoleh kebutuhan luas panen pada tahun 2018 seluas 1479 hektar, pada tahun 2040 diproyeksikan meningkat menjadi 1969 hektar. Data menunjukan indeks pertanaman sebesar 2,8 sehingga diperoleh kebutuhan luas sawah pada tahun 2018 seluas 528 hektar, pada tahun 2040 diproyeksikan meningkat menjadi 703 hektar. Luas baku sawah tahun 2018 seluas 630 hektar, dengan menggunakan asumsi penurunan luas baku sawah 0,1 persen maka tahun 2040 di proyeksikan luas bahan baku sawah menurun menjadi 608 hektar. Pada Gambar dibawah ini menunjukan laju kebutuhan luas sawah dengan luas baku sawah. Pada tahun 2031 mulai terjadi lebih luasnya kebutuhan luas sawah dibandingkan dengan luas baku sawah. Gap ini makin meningkat tiap tahunnya.


Produksi padi pada tahun 2018 sebanyak 8291 ton, pada tahun 2040 di proyeksikan menurun menjadi 8001 ton. Pada tahun 2031 mulai terjadi defisit pasokan padi di Kota Padang Panjang sebesar 110 ton dan makin meningkat tiap tahunnya. Kondisi ini tentunya harus diantisipasi untuk mengatasi defisit produksi padi di Kota Padang Panjang. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini:

1.  usaha untuk mengendalikan peningkatan jumlah penduduk

2.  melakukan intensifikasi pertanian untuk memaksimalkan lahan yang ada sehingga  produktivitas bisa ditingkatkan.

3.  menekan jumlah konversi lahan pertanian sehingga luas lahan pertanian bisa   dikendalikan 



Rabu, 06 Oktober 2021

Proses uji akurasi hasil interpretasi/klasifikasi citra satelit

Matrik kesalahan Klasifikasi atau matrik konfusi atau tabel kontingensi. Membandingkan hubungan antara data rujukan yang diketahui dengan hasil klasifikasi. Membandingkan hubungan antar pixel yang digunakan dalam proses training set dari klasifikasi terbimbing.Ketelitian >= 85%.

Tahapan dalam melakukan uji akurasi adalah seperti berikut ini:









Dari hasil uji akurasi didapat nilai akurasi overall sebesar 89 % dan untuk nilai Kappa 88 %, ini memperlihatkan baik dengan menggunakan accuracy overall atau nilai kappa hasil interpretasi atau klasifikasi citra terbimbing wilayah ibu kota Kabupaten Pasaman Barat sudah akurat.



Proses membuat interpretasi/klasifikasi citra satelit (klasifikasi terbimbing)

 Langkah awal yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan upaya membuat homogen data yang ada, caranya adalah sebagai berikut:






Data yang telah homogen bisa lihat pada gambar dibawah ini:


Data yang sudah homogen dibuat training set seperti berikut ini:










Data diatas dapat disajikan dalam peta penggunaan tanah dengan metode klasifikasi terbimbing seperti berikut ini:








Tahapan proses interpretasi/klasifikasi citra satelit (Klasifikasi Tidak Terbimbing)

Untuk tahap awal dilakukan pemotongan lokasi terlebih dahulu yang akan dilakukan klasifikasi citra. Dalam tulisan ini diambil wilayahnya adalah di sekitar ibu kota Kabupaten Pasaman Barat. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:






Dari hasil proses ini diperoleh hasil seperti berikut ini:


Data diatas dapat disajikan dalam peta penggunaan tanah dengan metode klasifikasi tidak terbimbing
seperti berikut ini:


Berdasarkan klasifikasi citra dapat dilihat luasan untuk masing-masing penggunaan lahan berdasarkan klasifikasi tidak terbimbing seperti berikut ini:

Tabel 2 Luas Penggunaan Tanah di Sekitar Wilayah Ibu Kota Kabupaten Pasaman Barat

No

Penggunaan Tanah

Luas (Ha)

%

1

Kebun Sawit

18892

57

2

Ladang

3780

11

3

Sawah

1124

3

4

Bangunan

3911

12

5

Tubuh Air

2455

7

6

Tanah Terbuka

2817

9

Sumber: Citra Landsat 8 (diolah)



PEMBAHASAN AWAL TENTANG INTERPRETASI/KLASIFIKASI CITRA SATELIT

 

Tujuan klasifikasi citra adalah memberi makna suatu landscape. Klasifikasi citra adalah pengelompokan secara otomatis semua pixel pada citra kedalam kategori/kelas-kelas penutup lahan atau tema. Misalnya: hutan, pertanian, tubuh air. Umumnya menggunakan data multispektral (lebih dari 1 band) dan spectral pattern sebagai dasar numerik untuk pengelompokan.

Aplikasi dari klasifikasi citra:

ü  Menyediakan informasi:

Penilaian dan perencanaan wilayah

Proyek-proyek riset

ü  Pemodelan:

Neraca karbon

Meteorologi

Biodiversiti

Spectral pattern recognition adalah prosedur klasifikasi citra dengan menggunakan informasi spektral pixel perpixel sebagai dasar klasifikasi penutup lahan secara otomatis.Spacial pattern recognition adalah pengelompokan pixel citra berdasarkan hubungan spasial dengan pixelpixel sekeliling.

Klasifikasi Multispektral

    Dasar klasifikasi untuk data penginderaan jauh adalah informasi spektral dari banyak band.Pengelompokannya berbasis pixel (konvensional) dan berbasis objek, dalam praktikum ini digunakan metode klasifikasi berbasis pixel. Klasifikasi berbasis pixel mendelineasi batas kelas di dalam ruang berdimensi n memberi nama kelas dari pixel-pixel dalam batas:

v Unsupervised

v Supervised

Klasifikasi berbasis pixel (konvensional) terdiri dari:

a. Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification)

Pada pendekatan ini citra pertama kali diklasifikasi dengan pengagregasian citra kedalam kelompok-kelompok spektral alami (cluster). Kemudian analis menentukan identitas kelompok spektral dengan membandingkan citra klasifikasi dengan data rujukan lapang.Perbedaan mendasar dengan teknik klasifikasi terbimbing adalah pada klasifikasi tak terbimbing tidak terdapat tahap pengambilan training area. Prosesnya adalah:

v Mengelompokan pixel berdasarkan spectral alami

v Memberi label atau nama kelas

Pengguna meminta komputer untuk menguji dan mengekstrak sejumlah cluster yang berbeda spektral. Hasil Klasfikasi tdk Terbimbing belum menjadi informasi sampai pengguna menetapkan penutup lahan untuk setiap cluster. Proses sederhana untuk mengelompokan/recode clusters kedalam kelas informasi.

b. Klasifikasi terbimbing (supervised classification)

Pada klasifikasi ini analis citra membimbing proses pengelompokan pixel dengan pemberian deskripsi numerik dari tipe-tipe kenampakan atau penutup lahan yang ada pada citra.Untuk melakukan ini, lokasi contoh representatif dari tipe penutup lahan yang diketahui (training set) digunakan untuk mengkompilasi kunci interpretasi numerik yang mendeskripsikan atribut spektral untuk setiap tipe kenampakan yang dipilih. Tahap proses klasifikasi terbimbing adalah sebagai berikut:

a.  Tahap training: analis menentukan area training yang representatif dan mengembangkan deskripsi numerik dari atribut spektral untuk setiap tipe penutup lahan;

b. Tahap klasifikasi: setiap pixel pada citra dikelompokan kedalam kelas penutup lahan yang paling dekat kemiripannya; jika pixel tidak cukup mirip dengan data training set, maka pixel tsb. diberi label unclass;

c.    Tahap output: peta tematik, tabel statistik,file data digital

Bila nilai digital dari suatu contoh pixel pengamatan dari citra dua saluran diplot dalam diagram pencar, maka dua DN tsb. menempatkan masing-masing pixel di dalam grafik ruang pengukuran (measurement space) dua dimensi. Pixel di dalam setiap kelas tidak mempunyai nilai spektral tunggal, tetapi cendrung memusat di dalam tiap kelas. Titik-titik awan ini (cluster) mencerminkan deskripsi multidimensi dari tanggapan spektral setiap tipe penutup lahan yang diinterpretasi.

Supervised classification meminta pengguna untuk memilih training area, dimana ia tahu apa di atas lahan dan mendigitasi poligon di dalam area tersebut, komputer kemudian membuat Mean ciri-ciri spektral.

Strategi Klasifikasi terbimbing adalah:

v Minimum-Distance to Mean

mean atau rata-rata DN setiap kategori dalam semua band dihitung ~ mean vector.Indentitas pixel unknown diklasifikasikan dengan menghitung jarak antara nilai unknown pixel dan mean vector setiap kategori.Unknown pixel dikelompokan ke kelas terdekat ~jarak paling kecil. Sederhana dan komputasi efisien, tetapi memiliki keterbatasan: tidak sensitif terhadap perbedaan variasi dalam data respon spektral;

v Parallelpiped

mempertimbangkan selang nilai dalam setiap kategori training set, sensitif terhadap variance kategori.Selang nilai didefinisikan dengan DN tertinggi dan terendah pada setiap band dan membentuk suatu kotak (wilayah keputusan).Unknown pixel diklasifikasikan ke kategori selang, bila ia terletak didalam wilayah keputusannya. Bila unknown pixel terletak pada area overlap dari decision region maka unclass atau salah satu dari kategori yang overlap.Overlap: covariance kurang dideskripsikan pada wilayah keputusan.Covariance adalah kecendrungan nilai-nilai spektral terhadap variasi cluster yang memanjang dan miring dari pengamatan pada diagram pencar.Pada data penginderaan jauh yang berkorelasi positif

v Maximum LikelihoodClassification (MLC)

Asumsi yang harus dipenuhi adalah distribusi titik-titik awan (cluster) dari kategori harus menyebar normal (Gaussian). .Peluang statistik dari pixel anggota kelas penutup lahan dapat dihitung).Fungsi ini digunakan untuk mengklasifikasikan unknown pixel dengan menghitung peluang dari nilai pixel terhadap setiap kategori.MLC mendelineasi kontur peluang yang sama (berbentuk elip).

 


Cara melakukan analisis NBDI (Normalized Difference Built-up Index)

        NDBI atau indeks lahan terbangun merupakan suatu algoritma untuk menunjukkan kerapatan lahan terbangun. NDBI sangat sensitif terhadap lahan terbangun atau lahan terbuka. Algoritma ini dipilih karena merupakan transformasi yang paling sering digunakan untuk mengkaji indeks lahan terbangun. Formula NDBI adalah sebagai berikut :

Tahapan dalam menghitung nilai NDBI adalah sebagai berikut:



Hasil nilai NDBI adalah seperti peta dibawah ini:


Data diatas dapat disajikan dengan membuat kelas NDBI, berdasarkan data tersebut dapat disajikan peta kelas NDBI Kabupaten Pasaman Barat sebagai berikut:









Cara melakukan analisis NDVI (Normalized Differential Vegetative Index)

NDVI adalah metode perhitungan index vegetasi melalui normalisasi dengan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Indeks vegetasi berbasis NDVI yang ditunjukkan pada persamaan berikut ini, mempunyai nilai yang hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi). Algoritma NDVI sebagai berikut:


Dimana,

NIR           : Nilai saluran Infrared

RED          : Nilai saluran Red

Dipergunakan cutra yang sudah dikoreksi atmosfernya., langkah pengolahan datanya adalah sebagai berikut:




Hasil pengolahan data tersebut menghasilkan peta yang nilai pixel nya merupakan nilai NDVI seperti berikut ini:

Cara lainnya adalah dengan menggunakan modeler seperti berikut:







Hasil nilai NDVI adalah seperti peta dibawah ini:


Data diatas dapat disajikan dengan membuat kelas NDVI, berdasarkan data tersebut dapat disajikan peta kelas NDVI Kabupaten Pasaman Barat sebagai berikut:


Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bahwa kelas non vegetasi sebesar 43,66 % dari luasan lahan Kabupaten Pasaman Barat, sedangkan untuk vegetasi yang kerapatan tinggi sebesar 43,78 %, sedangkan untuk kelas vegetasi kerapatan rendah sebesar 9,12 % dan kelas vegetasi sedang sebesar 3,14 %.

Tabel 1 Kelas NDVI Kabupaten Pasaman Barat

No

Kelas NDVI

Luas (ha)

%

1

Non vegetasi

164,967

43.66

2

Vegetasi kerapatan rendah

34,475

9.12

3

Vegetasi kerapatan sedang

12,989

3.44

4

Vegetasi kerapatan tinggi

165,411

43.78

Sumber: Data Landsat 8



TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN