Keberadaan sumberdaya lahan relatif tetap dari segi luasan sedangkan kebutuhan manusia kepada lahan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah manusia.Kemampuan manusia dalam medapatkan lahan tidak sama sehingga terjadi suatu kompetisi untuk mengakses lahan, ini tentunya harus dikendalikan untuk mencapai keberlanjutan.Salah satu bentuk pengendalian tersebut adalah dengan perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan tersebut. Berikut ini akan dilihat pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan berdasar fungsi wilayah:
a. Perkotaan
Sitorus (2019) menjelaskan asas tata
guna tanah untuk daerah perkotaan (urban land use planning) sebagai berikut:
a. Aman,
maksudnya aman dari bahaya kebakaran, tindak kejahatan, bahaya banjir, bahaya
kecelakaan lalu lintas dan ketunakaryan
b. tertib,maksudnya
tertib dalam bidang pelayanan, dalam penataan wilayah perkotaan, dalam lalu
lintas dan dalam hukum.
c. lancar,
maksudnya lancar dalam pelayanan, lancar belalu lintas dan lancar dalam
komunikasi
d. Sehat,
maksudnya sehat dari segi jasmani dan sehat dari segi rohani
Sudrajat (2005) menjelaskan tentang fenomena
yang terjadi di Kota Bogor. Belajar dari pengalaman yang dihadapi Kota Bogor pertimbangan
pengaruh perubahan guna lahan terhadap limpasan dan resapan air menjadi sangat
penting dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian sebagai berikut:
1.
Perkiraan kebutuhan ruang didalam RTRW kota Bogor untuk tahun 2009 yang secara
total hanya mengalokasikan kawasan resapan air/ ruang terbuka hijau sebesar
11%, dapat berpengaruh terhadap peningkatan air limpasan sebesar 37% jika
dibandingkan dengan kondisi limpasan air tahun 2002. Kondisi tersebut jelas
akan memberikan pengaruh yang cukup besar tehadap persoalan banjir di DKI
Jakarta dan resapan air bagi kota Bogor. Mengingat pada tahun 2005 ini sudah
saatnya dilakukan evaluasi terhadap RTRW kota bogor, maka hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan pertimbangan unutuk merevisi arahan pemanfaatan ruang
untuk tahun 2009. Bila digunakan dasar proyeksi penggunaan lahan shift share
dan ektrapolasi garis regresi yang moderat untuk keseluruhan kota Bogor, maka
luas maksimal setiap jenis penggunaan lahan untuk tahun 2009 adalah sebagai
berikut:
a.
Perumahan/permukiman = 8.232,7 Ha
b. Perkantoran
dan pergudangan = 489,9 Ha
c. Perdagangan
dan jasa = 330,1 Ha
d. Industri =
197,6 Ha
e. Pertanian
lahan basah = 871,0 Ha
f. Pertanian
lahan kering = 456,3 Ha
g. Taman/
kuburan/ lap olahrada = 504,2 Ha
h. Penggunaan
lain (jalan, terminal dll.) = 539,3 Ha
i. Danau/badan
sungai = 106,4 Ha
j. Hutan kota
=122,6 Ha
Alokasi lahan
tersebut akan mengakibatkan limpasan air permukaan sebesar 31,62%, sedangkan
berdasarkan alokasi penggunaan lahan dalam RTRW kota Bogor tahun 2009 akan
meningkatkan limpasan sebesar 37%. Bagi Kota Bogor yang terletak dibagian
tengah DAS Ciliwung, terlihat bahwa dengan proyeksi yang moderat masih
menunjukkan bahwa proporsi guna lahan untuk kawasan terbangun yang terlalu
tinggi.
2.
Pengaturan pemanfaatan ruang untuk tiap kecamatan perlu diarahkan secara lebih
rinci dengan memasukkan pertimbangan resapan air dan perlidungan air tanah
untuk menetapkannya. Pemanfaatan lahan di Bogor Selatan dan Utara perlu
dipertahankan untuk penggunaan dengan intensitas rendah. Kepadatan yang tinggi
di Bogor tengah akan mengarah ke timur dan barat. Perkembangan tersebut perlu
tetap menjaga proporsi ruang terbuka yang memadai. Oleh sebab itu pengendalian
dengan memusatkan perkembangan dengan kepadatan tinggi perlu dikonsetrasikan di
pusat2 kegiatan perlu dijabarkan dalam rencana yang lebih rinci.
3. Upaya
preventif melalui perencaan tata ruang perlu diimbang dengan penanganan secara
kuratif terhadap perkembangan yang saat ini sudah terjadi.
Eko dan Rahayu (2012) menjelaskan kondisi penataan sumberdaya lahan di Kecamatan Mlati sebagai salah peri urban Kota Yogyakarta mendapat pengaruh yang cukup signifikan terutama dalam penggunaan lahannya. Hal ini terlihat dari persentase perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 1996‐2010 yang mencapai 10,32% dari luas total lahan di kecamatan ini. Dari analisis SWOT terhadap implementasi kebijakan rencana pemanfaatan ruang diketahui kelemahan terletak pada faktor/aspek peraturan yaitu belum disahkan dokumen RDTR APY Kecamatan Mlati menjadi Peraturan Daerah. Hal ini penting karena peraturan tersebut merupakan dasar hukum dari pelaksanaan rencana tata ruang.Tersedianya lembaga koordinasi dan pelaksana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang serta didukung dengan sumberdaya manusia yang mencukupi merupakan kekuatan pendukung implementasi. Pada faktor pelaksanaan, prosedur rencana, pengawasan dan pengendalian sudah dilakukan sesuai peraturan yang ada namun hal ini tidak diikuti dengan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran rencana tata ruang. Lemahnya penegakan hukum dan pengendalian ini merupakan kelemahan pada aspek pelaksanaan. Hal yang bisa mengancam implementasi adalah investasi dan kebijakan pemerintah tentang peningkatan nilai pajak. Dari sisi masyarakat terdapat ketidaktahuan serta kenekatan masyarakat dalam melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang. Kearifan lokal dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perijinan serta peran pemerintah desa merupakan peluang yang bisa digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan rencana tata ruang.
Samli (2012) menjelaskan kondisi pemanfaatan
sumberdaya lahan di Kota Masohi. Pengalokasian pusat aktifitas kota seperti
kawasan pemerintahan dan pendidikan yang tidak mempertimbangkan keterkaitan
fungsional kawasan mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan dan pemanfaatan
lahan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik lahan yang ada pada sekitar daerah
tersebut.
Penggunaan lahan berupa areal permukiman (Kelurahan Ampera dan Kelurahan Lesane) tidak layak untuk dijadikan kawasan terbangun karena tidak sesuai standar kesesuaian lahan. Kawasan tersebut diperuntukan sebagai kawasan konservasi hutan lindung berdasarkan rencana tata ruang Kota Masohi.
b. Pedesaan
Sitorus (2009) menjelaskan asas tata
guna lahan daerah pedesaan sebagai berikut:
a.
Lestari. tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama
yang akan berdampak pada :
- akan terjadi
penghematan dalam penggunaan tanah
-
agar generasi yang sekarang dapat memenuhi kewajibannya untuk mewariskan
sumberdaya alam kepada generasi yang akan datang
b.
optimal, pemanfataan tanah harus mendatangkan hasil atau keuntungan ekonomi
yang setingi tingginya
c.
serasi dan seimbang, suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai
macam kepentingan berbagai pihak, sehingga dapat dihindari adanya pertentangan
atau konflik dalam penggunaan tanah.
Sitorus (2019) menjelaskan bahwa
pembangunan pedesaan harus memperhatikan hal-hal seperti berikut ini:
a.
mengontrol pembangunan pedesaan
b. memastikan
secara visual bahwa pembangunan pedesaan disuatu lokasi harus sesuai dengan lingkungan sekitar.
c.
mengurangi perubahan pemanfatan lahan yang belum terbangun menjadi kawasan
pemukiman yang tersebar dan berkepadatan penduduk rendah
d.
melindungi kawasan kritis dan air permukaan, sumber hayati bawah air
e.menghindari
terjadinya konflik dalam penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan,
kehutanan dan pertambangan.
Amelia dan Mussadun (2015) menjelaskan kondisi di pulau
Dompak, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Pulau Dompak terindikasikan terdapat
beberapa ketidaksesuaian antara rencana induk dan kondisi di lapangan.
Berdasarkan kondisi fisik, jumlah sarana peribadatan yang ada di Pulau Dompak sudah
cukup sesuai dengan standar kebutuhan untuk kondisi eksisting. Untuk sarana
pendidikan sudah terdapat sebuah sekolah dasar dan sebuah universitas. Sarana
rekreasi yang ada di Pulau Dompak sudah tersedia namun perlu adanya pengelolaan
dan pengembangan lebih lanjut agar dapat berkembang. Namun untuk sarana
pemerintahan masih perlu adanya penyesuaian dengan rencana karena terdapat
beberapa gedung pemerintahan yang tidak dibangun pada lokasi yang ditetapkan
pada rencana. Untuk kondisi prasarana sudah cukup baik hanya saja untuk
jaringan listrik dan air bersih masih perlu adanya peningkatan kualitas lagi
karena pada jaringan listrik belum tersedia sama sekali dan jaringan air bersih
masih menggunakan sumur.
Pembangunan yang dilakukan di Pulau Dompak disesuaikan dengan rencana detil kawasan yang berpedoman pada RTRW Kota Tanjungpinang. Namun, terdapat ketidaksesuaian pada rencana detil dengan RTRW Kota Tanjungpinang. Ketidaksesuaian ini terjadi pada penentuan kawasan penghijauan menjadi kawasan aktif berupa perkantoran gubernur.
c. Kawasan pesisir
Djunaedi dan Basuki (2002) menjelaskan para ahli di
bidang pengelolaan wilayah pantai berpendapat bahwa pengelolaan wilayah pantai
secara terpadu (Intergrated Coastal Zone Management) merupakan kunci bagi
pemecahan problem dan konflik di wilayah pantai yang sangat pelik dan kompleks.Keterpaduan
di dalam manajemen publik dapat didefinisikan sebagai penentuan goals dan
objektif secara simultan, melakukan secara bersama-sama pengumpulan informasi,
perencanaan dan analisis secara kolektif, penggunaan secara bersama-sama instrumen
pengelolaan. Pada kenyataannya, integrasi yang bersifat ideal sebagaimana
dikemukakan di atas tidak pernah akan dapat terjadi atau dilakukan. Di dalam
praktek integritasi ini biasanya merupakan upaya koordinasi antara berbagai institusi
atau lembaga terkait untuk menyelaraskan berbagai kepentingan, prioritas dan
tindakan. Usaha untuk melakukan koordinasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan mekanisme, prosedur dan rencana. Dengan demikian, rencana wilayah
pantai terpadu disamping berfungsi sebagai arahan bagi pengembangan, strategi
yang dilakukan dan tindakan yang akan dilaksanakan, juga berfungsi sebagai
instrumen koordinasi.
Konsepsi pengembangan wilayah dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan dan selalu terdapat isue-isue yang lebih
menonjol tergantung dari kondisi wilayah pesisir bersangkutan.
Pendekatan-pendekatan ini meliputi :
1. pendekatan ekologis;
menekankan pada
tinjauan ruang wilayah sebagai kesatuan ekosistem. Pendekatan ini sangat
efektif untuk mengkaji dampak suatu pembangunan secara ekologis, akan tetapi
kecenderungan mengesampingkan dimensi sosial, ekonomis dan politis dari ruang
wilayah
2. pendekatan fungsional atau ekonomi;
menekankan pada
ruang wilayah sebagai wadah fungsional berbagai kegiatan, dimana faktor jarak
atau lokasi menjadi penting
3. pendekatan sosio-politik;
menekankan pada
aspek “penguasaan” wilayah. Pendekatan ini melihat wilayah tidak saja dilihat
dari berbagai sarana produksi namun juga sebagai sarana untuk mengakumulasikan
power. Konflik-konflik yang terjadi dilihat sebagai konflik yang terjadi antar
kelompok. Pendekatan ini juga melihat wilayah sebagai teritorial, yakni
mengaitkan ruang-ruang bagian wilayah tertentu dengan satuan-satuan organisasi
tertentu.
4. pendekatan behavioral dan
kultural.
menekankan pada
keterkaitan antara wilayah dengan manusia dan masyarakat yang menghuni atau
memanfaatkan ruang wilayah tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya
memahami perilaku manusia dan masyarakat dalam pengembangan wilayah. Pendekatan
ini melihat aspek-aspek norma, kultur, psikologi masyarakat yang berbeda akan
menghasilkan konsepsi wilayah yang berbeda.
Di samping
pendekatan-pendekatan yang bersifat substansial seperti diatas, terdapat
beberapa pendekatan yang bersifat instrumental. Pendekatan instrumental ini
dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yaitu
1. instrumen hukum dan peraturan;
mempunyai konsep
atau ide dasar adanya hukum dan peraturan beserta penegakannya. Instrumen ini
antara lain berupa hukum dan peraturan-peraturan seperti ijin lokasi, ijin
bangunan, AMDAL dan sebagainya
2.instrumen ekonomi;
mempunyai konsep
atau ide dasar adanya pengaruh ekonomi pasar yang sangat signifikan terhadap
pengembangan wilayah. Contoh dari penerapan instrumen ini adalah adanya
penerapan pajak, retribusi serta insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang
3. instrumen program dan proyek
khususnya yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah didasari atas konsep atau ide dasar pada
kebutuhan-kebutuhan dasar dan kepentingan masyarakat luas. Penerapan instrumen
ini seperti pembangunan sarana dan prasarana wilayah dan sejenisnya.
4. instumen alternatif.
Instrumen alternatif berdasarkan konsep atau ide dasar adanya pemberdayaan masyarakat dari kemitraan. Contoh-contoh dari penerapan instrumen ini antara lain meliputi pelatihan, pendidikan, partisipasi masyarakat, adanya proyek-proyek percontohan, penghargaaan kepada pelaku masyarakat dan swasta atau pelaku pembangunan lainnya.
d. Kawasan Pariwisata
Mukhsi (2015) menjelaskan kondisi pariwisata gunung galunggung,
Tingkat kepedulian masyarakat dan pengunjung yang masih rendah dalam menjaga
fasilitas dan melestarikan lingkungan alami di objek wisata cipanas dapat
berdampak kerusakan. Oleh karena itu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat
dan pengunjung untuk ikut terlibat dalam upaya konservasi lingkungan. Pada
objek wisata perlu diperbanyak penulisan keterangan dan sarana tempat sampah
agar wisatawan merasa dipaksa untuk merasa canggung dan merasa tidak berani
membuang sampah seenaknya dan melakukan hal-hal lain yang merusak lingkungan.
Bila para pengunjung nyaman dengan tingkat kebersihan dan keindahan alam yang
disajikan di objek wisata ini maka bukan tidak mungkin bila mereka rela
membayar tiket lebih mahal dan mempromosikan objek wisata wilayah studi.
Dari berbagai
gambaran pelaksanaan perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan diatas dapat kita
lihat persamaan dan perbedaan sebagai berikut:
1. Persamaan
a. Komponen
kesesuaian dengan RTRW merupakan faktor yang sangat penting
b.Meningkatkan
peran masyarakat untuk mau peduli dengan pengelolaan sumberdaya lahan
c. Sinergitas antar stakeholders menjadi komponen penting lainnya
2. Perbedaan
a. Masing-masing
jenis wilayah memiliki faktor-faktor kekhususan tersendiri
b. perbedaan dalam hal prioritas pemanfaatan
sumberdaya lahan
DAFTAR PUSTAKA
Sitorus
SRP.2019.Penataan Ruang.Bogor(ID).IPB Pr.
Amelia PR, Mussadun M. 2015. Analisis Kesesuaian Rencana Pengembangan
Wilayah Pulau Dompak Dengan Kondisi Eksisting Bangunan (Studi Kasus: Pulau
Dompak, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau). J. Pengemb. Kota.
3(1):26.doi:10.14710/jpk.3.1.26-39.
Djunaedi A, Basuki MN. 2002. Perencanaan Pengembangan Kawasan
Pesisir. J. Teknol. Lingkung. 3(3):225–231.
Eko T, Rahayu S. 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan
Kesesuaiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati.
J. Pembang. Wil. Kota. 8(4):330.doi:10.14710/pwk.v8i4.6487.
Mukhsi D. 2015. STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA
GUNUNG GALUNGGUNG ( Studi Kasus Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ). J.
Perencanaa Wil. dan Kota. 12(1):1–11.
Samli A. 2012. Analisis Pengembangan Kota Berdasarkan Kondisi
Fisik Wilayah Kota Masohi Ibukota Kabupaten Maluku Tengah. J. Plano Madani.
I(1):74–85.
Sudrajat DJ. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Limpasan Air Permukiman: Studi Kasus Kota Bogor. J. Reg. City Plan.
16(3):44–56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar