Senin, 11 Oktober 2021

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI INDONESIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan, yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna. perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

Untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tertulis bahwa yang dimaksud dengan Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya dari ketiga proses ini maka dapat ditetapkan bagaimana penyelenggaraan penataan ruang yang juga terdapat dalam Pasal 1  ayat (6) tertulis bahwa Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Dari yang tertulis di dalam Undang-undang dapat diketahui bahwa penyelenggaraan tata ruang memiliki beberapa tahap yang harus dijalankan.

I.2. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Kebijakan Penataan Ruang di Indonesia.

2.      Bagaimana Pelaksanaan pengendalian Penataan Ruang di Indonesia

I.3 Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui kebijakan penataan ruang yang diterapkan di Indonesia.

2.      Untuk mengetahui Pelaksanaan pengendalian Penataan Ruang di Indonesia

 

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Penataan Ruang

          Dalam kontek tata ruang dan penataan ruang, ruang dapat dipahami sebagai wadah, konsep dan penekana tertentu. Ruang sebagai wadah, juga   dikenal dengan ruimte (Belanda), space (Inggris), raum (Jerman), dan       spatium (Latin) yang mula-mula diartikan sebagai bidang datar (planum-     planologi) yang dalam perkembangannya kemudian mempunyai dimensi           tiga dan memiliki arti tempat tinggal (dwelling house) yang harus ditata sebaik-baiknya demi kebahagian, kesejahteraan, dan kelestarian umat          manusia. Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari unsur bumi, air,         dan udara, mempunyai tiga dimensi. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-    Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang tertulis bahwa Ruang      adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,         termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat       manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara           kelangsungan hidupnya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang tertulis bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dari pengertian penataan ruang yang berikan oleh uu tersebut, maka tampak bahwa terdapat tiga proses atau tahapan dalam penataan ruang, yaitu tahapan perencanaan, tahapan pemanfaatan dan serta pengendalian terhadap pemanfaatan ruang tersebut.

II.2. Kebijakan Penataan Ruang Di Indonesia

. Landasan dasar hukum tata ruang Indonesia mengenai konstitusional didasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang mengatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, terdapat salah satu konsep dasar yang terkait yaitu terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA), sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang. Menurut ketentuan dalam Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk: 

a.  Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 

b.  Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa 

c.  Mengatur dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 

Terdapat peraturan perundang-undangan selain UUD 1945, terdapat pula peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan undang-undang tata ruang, diantaranya ialah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang UULH, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang UUPLH, kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH dan Undang-Undang Nomor 24 tentang UUPRL, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang UUPR, UUPR menetapkan mengenai siapa yang berhak untuk mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. RTRW Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan untuk RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. RTRW ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang disingkat menjadi PPTR. Adapun implikasinya, sesuai dengan keberadaannya sebagai instrumen dalam PPLH, maka peraturan perundang-undangan bidang tata ruang ini dengan sendirinya juga berimplikasi dengan semua peraturan perundangundangan sektoral yang kegiatannya berkaitan dengan pemanfaatan ruang.

II.2.1. Perencanaan Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang UUPR secara umum menjelaskan penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

a.keterpaduan;

 

b.keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

 

c.keberlanjutan;

 

d.keberdayagunaan dan keberhasilgunaan

 

e.keterbukaan;

 

f.kebersamaan dan kemitraan;

 

g.pelindungan kepentingan umum;

 

h.kepastian hukum dan keadilan; dan

 

i.akuntabilitas.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a.terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b.terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c.terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

b .pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

d. kerja  sama  penataan  ruang  antarnegara  dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarprovinsi.

Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:

a.         perencanaan tata ruang wilayah nasional;

b.         pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

c.         pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang; dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang ecara berhierarki terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

Rencana rinci tata ruang rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Rencana rinci tata ruang sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana rinci tata ruang disusun apabila rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. Rencana detail tata ruang dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali. Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat menghasilkan rekomendasi berupa rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya atau rencana tata ruang yang ada perlu direvisi. Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi perlu direvisi, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.Rencana  struktur  ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Dalam rangka pelestarian lingkungan rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.

Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri.Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.

II.2.1.1. Perencanaan Penataan Ruang Nasional

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan: Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi, keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana tata ruang kawasan strategis nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

o   tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

o   rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;

o   rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

o   penetapan kawasan strategis nasional;

o   arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

o   arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

            Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional, mewujudkan   keterpaduan,   keterkaitan,   dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana rinci tata ruang diatur dengan peraturan presiden.

II.2.1.2. Perencanaan Penataan Ruang Provinsi

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, pedoman bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi, keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi, rencana  struktur  ruang  wilayah  provinsi  yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi, rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi, arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;

d. mewujudkan   keterpaduan,   keterkaitan,   dan keseimbangan perkembangan antar wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah provinsi sditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

II.2.1.3. Perencanaan Penataan Ruang Kabupaten/Kota

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi, pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;

b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;

c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan

g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten; rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; penetapan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten. Rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

Pada tata ruang wilayah kota, ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.

II.2.2 Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.

Pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.

Dalam  rangka pengembangan penatagunaan diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.

Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.

Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

 Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan: standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; standar kualitas lingkungan; dan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

II.2.3 Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

1. Peraturan Zonasi

Pasal Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.Peraturan zonasi ditetapkan dengan: peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

2. Perizinan

Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

3. Insentif dan disinsentif

Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Insentif yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan; dan/atau pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Disinsentif yang merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: Pemerintah kepada pemerintah daerah; pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan pemerintah kepada masyarakat.

4. Sanksi

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 50 tahun 2009 tentang pedoman koordinasi penataan ruang daerah diatur tentang pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Tugas Tim BKPRD Provinsi antara lain:

1. mengoordinasikan penetapan arahan peraturan zonasi sistem provinsi;

2.memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang provinsi dan kabupaten/kota;

3.melakukan fasilitasi dalam pelaksanaan penetapan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang provinsi dan/atau lintas provinsi serta lintas kabupaten/kota;

4.melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan penataan ruang;

5.melakukan fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang;

6.mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; dan

7.melakukan evaluasi atas kinerja pelaksanaan penataan ruang kabupaten/kota.

Tugas Tim BKPRD Kabupaten antara lain:

1.mengoordinasikan penetapan peraturan zonasi sistem kabupaten/kota;

2.memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang kabupaten/kota;

3.melakukan identifikasi dalam pelaksanaan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang kabupaten/kota dengan provinsi dan dengan kabupaten/kota terkait;

4.melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan penataan ruang;

5.melakukan fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang; dan

6.mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang

BAB III

PENUTUP 

Kesimpulan

Penataan Ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang. Adapun yang menjadi landasan atau kebijakan hukum mengenai penataan ruang di Indonesia yaitu dimulai dari Pancasila, Pasal 33 Ayat (3) UUD RI 1945, Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 50 tahun 2009 tentang pedoman koordinasi penataan ruang daerah diatur tentang pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang memiliki tugas dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

DAFTAR PUSTAKA 

Undang- Undang Dasar RI  Tahun 1945.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 50 tahun 2009 tentang pedoman koordinasi penataan ruang daerah

Klasifikasi Dan Survei Tanah

 

1.      Klasifikasi Tanah

a.       Klasifikasi alami vs klasifikasi teknis, kalsifikasi tanah alami adalah klasifikasi yang disarakan atas sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah tersebut. Klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu.

b.      Sistem klasifikasi tanah, dikenal tiga sistem yaitu pusat penelitian tanah bogor, FAO/UNESCO dan USDA

c.       Taksonomi tanah (USDA), menggunakan enam kategori yaitu ordo,sub ordo,great grup, sub group, family, seri. Ordo nama tanah selalu berakhiran sol, sub ordo terdiri 2 suku kata (kata kedua menunjukan ordo), great grup terdiri 3 suku kata (2 suku kata terakhir menunjukan sub ordo), sub grup terdiri 2 kata (kata terakhir adalah great grupnya), family terdiri dari nama sub grup dengan sifat utamanya, seri terdiri nama family ditambah nama tempat dimana pertama kali di klasifikasikan.

d.      Sistem FAO/UNESCO, sistem ini lebih tepat disebut sebagai suatu sistem satuan tanah dari pada suatu sistem klasifikasi tanah karena tidak disertai dengan pembagian kategori yang lebih terperinci.

 

     2.  Survei tanah

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat peta tanah, peta dasar merupakan basis dari pelaksanaannya. Tahapan membuat peta tanah adalah

a.       studi pustaka, prinsip pemetaan tanah adalah menganalisa 5 faktor pembentuk tanah, jadi semua peta dan data faktor pembentuk tanah dikumpulkan.

b.      pembuatan peta kerja, merupakan peta rencana pengamatan

c.       pra survei, terdiri dari aspek administrasi (perizinan,keamanan) dan aspek teknis (jenis alat yang dibutuhkan) serta aspek logostik

d.      kegiatan lapang, sampling (grid dan unit mapping) terdiri dari sampel komposit (untuk analisis sifat kimia), sampel fisik, sampel profil,sampel mineralogi, sampel air, sampel vegetasi

e.       analisi lab

f.       pembuatan peta dan laporan, unsur satuan peta lahan ada hubungan dengan skala, dalam satuan peta dianggap susunan dari unsur yang homogen.


Sumber : Buku Ilmu Tanah, Sarwono Hardjowigeno

Morfologi, sifat fisik dan sifat kimia tanah

 

Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang.

1.      Batas batas horison, dalam pengamatan tanah di lapang ketajaman peralihan horison horison ini dibedakan ke dalama beberapa tingkatan yaitu: nyata (lebar peralihan kurang dari 2,5 cm), jelas (lebar peralihan 2,5-6,5 cm), berangsur (lebar peralihan 6,5-12,5 cm) dan baur (lebar peralihan lebih dari 12,5cm)

2.      Warna tanah, penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan organik, makin tinggi kandungan bahan organik warna tanah makin gelap

3.      Tekstur, tekstur tanah menunjukan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus  (< 2mm). Di lapangan tekstur tanah dapat ditentukan dengat memijit tanah basah diantara jari-jari, sambil dirasakan halus kasarnya yaitu dirasakan adanya butir-butir pasir, debu dan liat.

4.      Struktur, struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik,oksida-oksida besi dan lain-lain. Tanah dengan struktur baik (granuler,remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.

5.      Konsistensi, konsistensi tanah menunjukan kekuatan daya kohesi butir butir tanah atau adhesi butir butir tanah dengan benda lain. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Konsistensi merupakan bagian dari rheologi (ilmu yang mempelajari perubahanperubahan bentuk dan aliran suatu benda).

6.      Drainase tanah, mudah tidaknya air hilang dari tanah menentukan klas drainase tanah.Berdasarkan klas drainasenya tanah dibedakan menjadi klas drainase terhambat (tergenang) sampai sangat cepat (air sangat cepat hilang dari tanah)

7.      Bulk density, merupakan petunjuk kepadatan tanah, ini menunjukan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori pori tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density yang berarti sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman.

Partikel density adalah berat tanah kering per satuan volume partikel partikel (padat) tanah, jadi tidak termasuk volume pori-pori tanah.

8.      Pori pori tanah, adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori pori kasar (berisi udara dan air gravitasi/air yang mudah hilang karena gaya gravitasi) dan pori-pori halus (berisi kapiler atau udara).

9.      Potensi mengembang dan mengerut (nilai COLE), sifat mengembang dan mengerut tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat montmorillonit yang tinggi.

10.  Kematangan tanah (nilai n), tanah yang belum matang adalah tanah tanah yang seperti lumpur cair sehingga bila diremasakan mudah sekali keluar dari genggaman sela sela jari.

Sifat kimia tanah

1.      Reaksi tanah (pH tanah), menunjukan sifat kemasaman atau alkalitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar normal karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.

2.      Koloid tanah, adalah bahan mineral dan bahan organik yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi per satuan berat (massa), yang termasuk koloid adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik).

3.      Kapasitas tukar kation (KTK), adalah banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah. Kation adalah ion bermuatan positif, didalam tanah kation kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid koloid tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada KTK rendah.

4.      Pertukaran anion, banyak ditemukan pada mineral liat amorf dan liat Al dan Fe Oksida

5.      Kejenuhan basa, menunjukan perbandingan antara jumlah kation kation basa dengan jumlah semua kation yang terdapat dalam komplek jerapan tanah.Basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur.

6.      Unsur unsur hara esensial, adalah unsur hara yang sangat diperlukan tanaman, fungsi nya tidak dapat digantikan oleh unsur lainnya. Unsur hara esensial ini dapat berasal dari udara,air atau tanah, terdiri dari: unsur makro (C,H,O,N,P,K,Ca,Mg,S) dan unsur mikro (Fe,Mn,B,Mo,Cu,Zn,Cl,Co)

7.      Mekanisme dan penyerapan unsur hara, tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun

8.      Nitrogen, di dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dan N udara, pupuk, air hujan. Fungsinya untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan untuk pembentukan protein

9.      Fosfor, di tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, mineral di dalam tanah, berguna untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga buah dan biji, mempercepat kematangan, memperkuat batang tidak mudah roboh.

10.  Kalium (K), di tanah berasal dari mineral mineral primer tanah dan pupuk buatan. Berguna untuk pembentukan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan stomata, dll.

11.  Kalsium (Ca), di tanah berasal dari mineral mineral primer, karbonat dan garam-garam sederhana. Berguna untuk penyusunan dinding dinding sel tanaman, pembelahan sel dan untuk tumbuh.

12.  Magnesiun (Mg), di tanah berasal dari mineral kelam, garam dan kapur. Berguna untuk pembentukan klorofil, sistem enzim dan pembentukan minyak.

13.  Belerang (S), berfungsi untuk pembentukan protein.

14.  Unsur unsur mikro, diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat kecil, kalau terdapat dalam jumlah yang berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Di tanah berasal dari mineral mineral dalam bahan induk tanah dan bahan organik.

   

Sumber : Buku Ilmu Tanah, Sarwono Hardjowigeno

Faktor-faktor pembentukan tanah

 

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan tanah:

1.     Iklim, suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas rekasi kimia dan fisika didalam tanah. Kenaikan suhu 100  menyebabkan kecepatan reaksi meningkat 2 kali lipat.

2.      Organisme, akumulasi bahan organik, siklus unsur hara dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme di dalam tanah. Vegetasi hutan membentuk tanah tanah hutan berwarna merah, vegetasi rumput-rumput membentuk tanah berwarna hitam karena banyaknya sisa-sisa bahan organik yang tertinggal dari akar-akar dan sisa rumput.

3.      Bahan induk, susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan  tetapi kadang kadang menetukan jenis vegetasi lama yang tumbuh diatasnya. Batu-batuan dimana bahan induk tanah berasal dapat dibedakan menjadi:

-    batuan beku, batuan induk masam menghasilkan tanah yang masam, batuan induk alkalis pada umumnya menghasilkan tanah-tanah alkalis. Tanah yang terbentuk dari abu volkan umumnya merupakan tanah-tanah yang subur.

-    batuan sedimen, terdiri dari batuan endapan tua terdiri dari bahan endapan (umumnya endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu hingga telah membentuk batuan yang keras dan bahan endapan baru (belum menjadi batu) : diendapkan oleh air atau diendapkan oleh angin.

-          batuan metamorfosa, berasal dari batuan beku atau sedimen yang karena tekanan dan suhu sangat tinggi berubah menjadi jenis batuan lain.

-          bahan induk organik, di daerah hutan rawa yang selalu tergenang air, proses penghancuran bahan organik berjalan lebih lambat dibandingkan proses penimbunan sehingga terjadi akumulasi bahan organik.

4.      Topografi/relief, relief mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara : Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan masa tanah, mempengaruhi dalamnya air tanah, mempengaruhi besarnya erosi, mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut didalamnya.

5.      Waktu, Tanah muda : pembentukan horizon A dan horizon C , sifat tanah masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya, Tanah dewasa : pembentukan horizon B yang masih muda (Bw), tanah mempunyai kemampuan berproduksi tertinggi karena unsur unsur hara di dalam tanah cukup tersedia akibat pelapukan mineral dan pencucian unsur hara belum berlanjut, Tanah tua : terjadi perubahan perubahan yang lebih nyata pada horizon A dan B dan terbentuklan horizon A,E,EB,BE,Bt,(Bs),(Bo),BC  dan lain lain. 


ss   Sumber : Buku Ilmu Tanah, Sarwono Hardjowigeno

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KOTA PADANG PANJANG


Kota Padang panjang memiliki laju pertumbuhan penduduk 1,34 % pertahun, dengan laju pertumbuhan tersebut pada tahun 2040 diperkirakan jumlah penduduk 70.487 jiwa. Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut jumlah konsumsi beras juga akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 jumlah konsumsi beras di Kota Padang Panjang 4.451 ton pertahun, di proyeksikan pada tahun 2040 meningkat menjadi 5921 ton pertahun. Dengan asumsi konversi Gabah Kering Giling menjadi beras 0,6402, kebutuhan padi pada tahun 2018 sebanyak 6953 ton pertahun dan diproyeksikan pada tahun 20140 kebutuhan padi sebanyak 9248 ton pertahun.

Dengan asumsi produktivitas 4,7 ton perhektar diperoleh kebutuhan luas panen pada tahun 2018 seluas 1479 hektar, pada tahun 2040 diproyeksikan meningkat menjadi 1969 hektar. Data menunjukan indeks pertanaman sebesar 2,8 sehingga diperoleh kebutuhan luas sawah pada tahun 2018 seluas 528 hektar, pada tahun 2040 diproyeksikan meningkat menjadi 703 hektar. Luas baku sawah tahun 2018 seluas 630 hektar, dengan menggunakan asumsi penurunan luas baku sawah 0,1 persen maka tahun 2040 di proyeksikan luas bahan baku sawah menurun menjadi 608 hektar. Pada Gambar dibawah ini menunjukan laju kebutuhan luas sawah dengan luas baku sawah. Pada tahun 2031 mulai terjadi lebih luasnya kebutuhan luas sawah dibandingkan dengan luas baku sawah. Gap ini makin meningkat tiap tahunnya.


Produksi padi pada tahun 2018 sebanyak 8291 ton, pada tahun 2040 di proyeksikan menurun menjadi 8001 ton. Pada tahun 2031 mulai terjadi defisit pasokan padi di Kota Padang Panjang sebesar 110 ton dan makin meningkat tiap tahunnya. Kondisi ini tentunya harus diantisipasi untuk mengatasi defisit produksi padi di Kota Padang Panjang. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini:

1.  usaha untuk mengendalikan peningkatan jumlah penduduk

2.  melakukan intensifikasi pertanian untuk memaksimalkan lahan yang ada sehingga  produktivitas bisa ditingkatkan.

3.  menekan jumlah konversi lahan pertanian sehingga luas lahan pertanian bisa   dikendalikan 



TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN