BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
kepulauan, yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana,
berdaya guna, dan berhasil guna. perkembangan situasi dan kondisi nasional dan
internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi,
kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.
Untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan
Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan
kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian
dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan
kesenjangan antardaerah. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman
masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan
partisipatif.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tertulis bahwa yang dimaksud dengan Penataan
ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya dari ketiga proses ini maka dapat
ditetapkan bagaimana penyelenggaraan penataan ruang yang juga terdapat dalam
Pasal 1 ayat (6) tertulis bahwa
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Dari yang tertulis di
dalam Undang-undang dapat diketahui bahwa penyelenggaraan tata ruang memiliki
beberapa tahap yang harus dijalankan.
I.2. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Kebijakan Penataan Ruang di Indonesia.
2. Bagaimana Pelaksanaan pengendalian Penataan Ruang di Indonesia
I.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui kebijakan penataan ruang yang
diterapkan di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui Pelaksanaan pengendalian
Penataan Ruang di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian
Penataan Ruang
Dalam kontek tata ruang dan penataan ruang, ruang
dapat dipahami sebagai wadah, konsep dan
penekana tertentu. Ruang sebagai wadah, juga dikenal
dengan ruimte (Belanda), space (Inggris), raum (Jerman), dan spatium (Latin) yang mula-mula diartikan
sebagai bidang datar (planum- planologi)
yang dalam perkembangannya kemudian mempunyai dimensi tiga dan memiliki arti tempat tinggal (dwelling house)
yang harus ditata sebaik-baiknya demi
kebahagian, kesejahteraan, dan kelestarian umat manusia. Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari
unsur bumi, air, dan udara,
mempunyai tiga dimensi. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata
Ruang tertulis bahwa Ruang adalah
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang tertulis
bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dari pengertian penataan
ruang yang berikan oleh uu tersebut, maka tampak bahwa terdapat tiga proses
atau tahapan dalam penataan ruang, yaitu tahapan perencanaan, tahapan
pemanfaatan dan serta pengendalian terhadap pemanfaatan ruang tersebut.
II.2. Kebijakan
Penataan Ruang Di Indonesia
. Landasan dasar hukum tata ruang Indonesia mengenai
konstitusional didasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang mengatakan bahwa
bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain Pasal 33 ayat 3
UUD 1945, terdapat salah satu konsep dasar yang terkait yaitu terdapat dalam
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA), sesuai dengan Pasal 33
ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep
tata ruang. Menurut ketentuan dalam Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang
angkasa
c. Mengatur dan menentukan
hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Terdapat peraturan
perundang-undangan selain UUD 1945, terdapat pula peraturan perundang-undangan
yang mengatur terkait dengan undang-undang tata ruang, diantaranya ialah
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang UULH, kemudian digantikan dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang UUPLH, kemudian diganti lagi dengan
Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH dan Undang-Undang Nomor 24 tentang
UUPRL, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
UUPR, UUPR menetapkan mengenai siapa yang berhak untuk mengatur Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. RTRW Nasional
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan untuk RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
RTRW ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang disingkat menjadi PPTR. Adapun
implikasinya, sesuai dengan keberadaannya sebagai instrumen dalam PPLH, maka
peraturan perundang-undangan bidang tata ruang ini dengan sendirinya juga
berimplikasi dengan semua peraturan perundangundangan sektoral yang kegiatannya
berkaitan dengan pemanfaatan ruang.
II.2.1. Perencanaan Penataan Ruang
Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang UUPR secara umum menjelaskan penataan ruang diselenggarakan
berdasarkan asas:
a.keterpaduan;
b.keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan;
c.keberlanjutan;
d.keberdayagunaan
dan keberhasilgunaan
e.keterbukaan;
f.kebersamaan
dan kemitraan;
g.pelindungan
kepentingan umum;
h.kepastian
hukum dan keadilan; dan
i.akuntabilitas.
Penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan:
a.terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b.terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Wewenang
Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
b .pelaksanaan penataan ruang wilayah
nasional
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional; dan
d. kerja
sama penataan ruang
antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang
antarprovinsi.
Wewenang Pemerintah
dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:
a. perencanaan
tata ruang wilayah nasional;
b. pemanfaatan
ruang wilayah nasional; dan
c. pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah nasional
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan
rencana umum tata ruang; dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang ecara
berhierarki terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata
ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana
tata ruang wilayah kota.
Rencana rinci tata ruang rencana
tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana
tata ruang kawasan strategis provinsi dan rencana detail tata ruang
kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Rencana rinci tata ruang
sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana rinci tata ruang
disusun apabila rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau rencana
umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam
rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
Rencana detail tata ruang dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
Rencana tata ruang dapat
ditinjau kembali. Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat menghasilkan
rekomendasi berupa rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya atau rencana tata ruang yang ada perlu direvisi. Apabila
peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi perlu direvisi,
revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang
dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Muatan rencana tata ruang
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.Rencana struktur
ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem
jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan
kawasan budi daya. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan
ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan. Dalam rangka pelestarian lingkungan rencana tata
ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas daerah aliran sungai.
Penetapan rancangan
peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan
rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri.Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih
dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan
rekomendasi Gubernur.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi.
II.2.1.1. Perencanaan Penataan Ruang Nasional
Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan: Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional, perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian
implikasi penataan ruang nasional, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
serta stabilitas ekonomi, keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan
pembangunan daerah, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana
pembangunan jangka panjang nasional, rencana tata ruang kawasan strategis
nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
o
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
o
rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan
nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan
sistem jaringan prasarana utama;
o
rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung
nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
o
penetapan kawasan strategis nasional;
o
arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
o arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan
jangka panjang nasional, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
nasional, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi, penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Jangka waktu Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi
lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas
teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana
rinci tata ruang diatur dengan peraturan presiden.
II.2.1.2. Perencanaan Penataan Ruang Provinsi
Penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, pedoman
bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi harus memperhatikan perkembangan permasalahan nasional
dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi, upaya pemerataan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi, keselarasan aspirasi pembangunan
provinsi dan pembangunan kabupaten/kota, daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang
wilayah provinsi yang berbatasan, rencana tata ruang kawasan strategis
provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Rencana tata ruang wilayah
provinsi memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
provinsi, rencana struktur ruang
wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam
wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya
dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi, rencana pola ruang wilayah
provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki
nilai strategis provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi, arahan
pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman
untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c.
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d.
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
Jangka waktu rencana tata
ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah
provinsi sditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi
lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas
teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan
Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah provinsi
ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Rencana rinci tata ruang
ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
II.2.1.3.
Perencanaan Penataan Ruang Kabupaten/Kota
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah
provinsi, pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan rencana
pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kabupaten;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah
kabupaten memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
kabupaten; rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem
perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten; rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; penetapan kawasan
strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan
zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten
menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan
rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan,
dan keseimbangan antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah
kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan
administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten
adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis
tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara,
wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan
Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten. Rencana rinci tata ruang ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten.
Pada tata ruang wilayah
kota, ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan
pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan
sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
Ruang terbuka hijau terdiri
dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang
terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling
sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka
hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan
memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.
II.2.2 Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang dilakukan
melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan
ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang
secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. Program pemanfaatan
ruang beserta pembiayaannya termasuk jabaran dari indikasi program utama yang
termuat di dalam rencana tata ruang wilayah. Pemanfaatan ruang diselenggarakan
secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pelaksanaan pemanfaatan ruang
di wilayah disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
administratif sekitarnya.
Pemanfaatan ruang
dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan
sarana dan prasarana. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.
Dalam rangka pengembangan penatagunaan
diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah,
neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan
sumber daya alam lain. Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk
pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas
pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak
atas tanah dari pemegang hak atas tanah.
Dalam pemanfaatan ruang pada
ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak
atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.
Dalam pemanfaatan ruang
wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: perumusan kebijakan
strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang
kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur
ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis
operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan
strategis ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya
yang didorong pengembangannya. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui
pengembangan kawasan secara terpadu.
Pemanfaatan ruang dilaksanakan
sesuai dengan: standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; standar
kualitas lingkungan; dan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
II.2.3 Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
1. Peraturan Zonasi
Pasal Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.Peraturan zonasi ditetapkan dengan: peraturan
pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; peraturan daerah
provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan peraturan daerah
kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
2. Perizinan
Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh
dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. Izin pemanfaatan
ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Terhadap kerugian yang
ditimbulkan akibat pembatalan izin dapat dimintakan penggantian yang layak
kepada instansi pemberi izin.
Izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
3. Insentif dan disinsentif
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan
ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif
dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Insentif yang
merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: keringanan pajak,
pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan
serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan; dan/atau pemberian
penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif yang merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.
Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: Pemerintah kepada
pemerintah daerah; pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan pemerintah
kepada masyarakat.
4. Sanksi
Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan peraturan zonasi.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 50 tahun
2009 tentang pedoman koordinasi penataan ruang daerah diatur tentang
pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Tugas Tim BKPRD
Provinsi antara lain:
1. mengoordinasikan penetapan arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
2.memberikan
rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang provinsi dan kabupaten/kota;
3.melakukan
fasilitasi dalam pelaksanaan penetapan insentif dan disinsentif dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang provinsi dan/atau lintas provinsi serta lintas
kabupaten/kota;
4.melakukan
fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan
penataan ruang;
5.melakukan
fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang;
6.mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang;
dan
7.melakukan evaluasi atas kinerja pelaksanaan penataan ruang kabupaten/kota.
Tugas Tim BKPRD Kabupaten antara lain:
1.mengoordinasikan penetapan peraturan zonasi sistem kabupaten/kota;
2.memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang kabupaten/kota;
3.melakukan
identifikasi dalam pelaksanaan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang kabupaten/kota dengan provinsi dan dengan kabupaten/kota
terkait;
4.melakukan
fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan
penataan ruang;
5.melakukan
fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang; dan
6.mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penataan Ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan tata ruang. Adapun yang menjadi landasan atau
kebijakan hukum mengenai penataan ruang di Indonesia yaitu dimulai dari
Pancasila, Pasal 33 Ayat (3) UUD RI 1945, Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok -Pokok Agraria, Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 50 tahun 2009 tentang pedoman koordinasi penataan ruang daerah diatur tentang pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang memiliki tugas dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Undang- Undang Dasar RI Tahun 1945.
Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang Pokok-Pokok Agraria.