Selasa, 12 Oktober 2021

Input Produksi pada Lahan Basah yang Ramah lingkungan

 

Lahan basah adalah suatu ekositem yang tidak perlu tergenang tapi jenuh air atau sebagian besar hari jenuh air. Lahan basah merupakan salah satu wilayah terbesar di permukaan bumi yang mempunyai karakteristik berbeda disetiap lokasi dan kondisi. Beberapa faktor yang menentukan karakteristik tersebut adalah salinitas, jenis tumbuhan, hingga jenis tanah yang ada di lingkungan tersebut.Karakteristik lahan basah yang utama adalah kondisi tanahnya yang jenuh terhadap air. Hal tersebut juga dapat dilihat dari penamaan atau istilah yang digunakan. Sepanjang tahun lahan basah selalu tergenang air, akan tetapi ada pula yang bersifat musiman dan permanen. Lahan basah musiman adalah genangan air pada lahan tersebut hanya terjadi pada musim tertentu saja, yakni musim penghujan. Sedangkan lahan basah permanan memiliki keadaan genangan air sepanjang waktu. Sebagian besar kawasan genangan memiliki kedalaman dangkal. Genangan dangkal tersebut biasanya mengeliling seluruh atau sebagian permukaan lahan. Namun dibeberapa tempat juga ditemukan karakteristik dengan genangan yang cukup dalam.

Genangan air di lahan basah merupakan area dengan kesuburan tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk area persawahan. Genangan air yang terjadi secara periodik menyebabkan kawasan ini mempunyai jenis tanah dengan struktur lunah hingga liat.Lahan basah sebagian besar berada dalam keadaan jenuh air contoh:

·      Badan air (situ, danau)

·   Dataran banjir, daerah ini datar saat banjir pada saat hujan dan dalam pemanfaatannya dilakukan penanaman pada musim hujan, panennya pada saat kering

·      Rawa banjir,daerah ini menghasilkan kerbau,telur bebek dan ikan asin

·      Rawa gambut dan tanah gambut, 80-90 % berupa air dan cuma 10% padatan,bahan induknya berupa tanah organik, tidak selalu tergenang, gambut tipis berbahaya untuk petani gurem,tanpa pupuk tanah gambut sangat miskin.Hutan di gambut lebat butuh waktu lama supaya serasah yang jatuh lapuk dan menjadi unsur hara.Gambut kalau dibakar akan jadi abu, kalau dibakar terus akan habis gambutnya dan muncul tanah mineral,pasir kuarsa dan sulfat masam.Tanpa input produksi gambut tebal tidak akan bisa menghasilkan, tapi dengan tata air dan pemupukan baru bisa berhasil.

Tanah gambut miskin unsur hara makro maupun mikro, semakin tebal lapisan gambut semakin tidak terlimpasi oleh air pasang maupun air banjir. Sehingga supply sedimen terhadap lapisan gambut sangat rendah. Oleh karenanya kadar abu gambut tebal biasanya sangat rendah < 2-3%, yang berarti semakin rendah kadar abu semakin miskin hara tanah tersebut.Saat ini diperkirakan lahan gambut yang dimanfaatkan oleh petani setempat tidak kurang 3-5 Mha, kelapasawit1-2 Mha, HTI 1-2 Mha.

·     Tanah sulfat masam

   Berasal dari lahan yang gambutnya habis, terbentuk dari oksidasi pirit,karena dalamnya sedimen mangrove sehingga pH nya bisa 3

·      Pasir kuarsa

·      Rawa mangrove

    Hasil pertemuan air laut dan air sungai. Penyebaran vegetasinya dipengaruhi oleh salinitas, supply sedimen, gelombang dan abrasi

·      Tanah sulfat masam

·      Lagoon,merupakan danau yang sejajar pantai atau rawa air tawar sejajar pantai

Lahan basah buatan contohnya adalah sawah. Lahan basah umumnya terbentuk sebagai hasil dari proses sedimentasi dari bahan yang terangkut dari tempat yang  lebih tinggi, proses pembentukan satuan geomorphologi berlangsung puluhan ribu tahun sampai jutaan tahun,selama proses geologi sampai pembentukan tanah berlangsung proses pencucian hara.Tanah pada lahan basah tidak mungkin lebih subur daripada tanah terbentuk dari kegiatan vulkanisme.

Pada laut tenang bisa dilakukan kegiatan budidaya ikan tambak dan di pesisir pantai yang berpasir bisa untuk budidaya kacang kacangan dan semangka sedangkan daerah rawa dikembangkan untuk sawah.

Daerah rawa rawa terbentuk dari endapan hasil erosi dan pencucian dari bagian atasnya oleh karenanya secara umum daerah tersebut relative lebih miskin akan hara daripada bagian atasnya. Lahan gambut terbentuk dari akumulasi sisa sisa tanaman yang tumbuh dari hutan rawa, oleh karenanya gambut juga merupakah tanah yang miskin hara.

Ketidakseimbangan hara menyebabkan daun tidak normal dan pelepah yang sengkleh pada tanaman sawit.Dasar dari melakukan pemupukan adalah: performa tanaman, bagaimana kondisi daun atas dan daun bawah,analisis daun dan analisis tanah. Beberapa jenis kondisi lahan basah:

a.    Kebun sawit pada Mangrove brakish sedimen kondisinya adalah sedimen berpirit teroksidasi, maka pH 3-3.5 Al-dd sangat tinggi, P sangat rendah, K, Ca, Mg sangat rendah, Cu,Zn, Fe dan Mn sangat rendah.

b.    Kebun pada mangrove sedimen Tanah sulfat masam) tanah sangat masam, pH tanah< 4, umumnya kekurangan bukan hanya unsur makro tetapi juga unsur mikro.

c.  Kebun pada dataran Banjir-brackish sedimen–gambut dengan perencanaan yang baik masalah banjir yang sering dialami oleh kebun kebun didataran banjir yaitu dengan membangun tanggul yang dilengkapi dengan pompa.

d.  Kebun pada lahan Sulfat Masam Pengelolaan tata air dengan baik serta pemupukan merupakan syarat utama.Kebun pada lahan Sulfat Masam dengan pengelolaan yang tepat, tanaman tumbuh baik. Kebun pada lahan Sulfat Masam, bergambut dapat tanaman tumbuh baik.

e.    Kebun sawit pada complex gambut-pasir kuarsa sedimen menyebabkan tanaman kekurangan unsur mikro.

Gambut yang terkeringkan dapat mengalami irreversible drying, tanpa adanya reaksi reaksi lainnya, biasanya lapisan yang kering tidak balik ini tidak pernah tebal, kadang hanya beberapa mm saja.Gambut yang terlimpasi oleh banjir dari lahan sulfat masam, akan menyebabkan lapisan gambut kering tidak balik ini cukup tebal (50-60cm).Keadaan ini menyebabkan kondisi semakin buruk.Gambut yang terlalu kering menyebabkan tanaman kekurangan air dan hara.sehingga harus ada perbaikan khusus untuk mengembalikan kondisi hidrofilik.

Sistem sawah produktif  membutuhkan pemupukan pengembalian hara yang diangkut oleh produksi. Perkebunan di lahan gambut membutuhkan pemupukan hara makro dan mikro, perhatikan ketersediaan air dan udara, perhatikan penataan air. Pemanfaatan tanah sulfat masam membutuhkan pemupukan hara makro mikro, pencucian asam dan senyawa toxic dan perhatikan penataan air.

Pemanfaaatan lahan basah sebagai lahan pertanian seharusnya dikelola dengan sistem usahatani berkelanjutan dengan menekankan pada kelangsungan ekosistem lahan basah.Untuk menerapkan pengelolaan lahan basah terpadu ditentukan oleh karakteristik petani di lahan basah. Faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, luas garapan, dan sistem usahatani menjadi faktor penentu dalam membangun kesadaran akan pentingnya pengelolaan lahan basah terpadu. Usia produktif petani kurang ditunjang oleh pendidikan sehingga pola komunikasi yang efisien dan efektif untuk memberdayakan potensi petani sangat sulit untuk dibangun. Konsep pengelolaan lahan dan air secara umum belum dikelola dengan mempertimbangkan kelestarian ekologi lahan basah.

Beberapa hal penting dalam pengelolaan lahan basah:

1. Melakukan pengeringan lahan, terutama bekas tanah gambut yang dapat digunakan untuk sektor pertanian dan perkebunan. Pengeringan lahan basah secara maksimal membantu menciptakan aneka ragam sawah dan perkebunan sehingga mendukung industri pakan secara maksimal.

2. Restorasi ekologi mangrove di sepanjang pantai upaya yang dilakukan berupa peningkatan mata pencaharian masyarakat melalui pelibatan langsung dalam kegiatan restorasi ekologi mangrove. Dalam kegiatan ini, masyarakat diajak membangun bendungan dapat-tembus di lokasi tertentu yang mengalami abrasi. Dengan begitu, diharapkan dapat dikumpulkan sedimen yang merupakan tempat tumbuhnya mangrove secara alami, tanpa adanya penanaman oleh manusia. Dalam jangka panjang, pertumbuhan mangrove secara alami ini diharapkan dapat membentengi pesisir dari abrasi yang pada akhirnya masyarakat bisa menikmati kembali mata pencahariannya secara berkelanjutan.

3. Pengelolaan subsidensi atau pemadatan gambut. Pemanfaatan lahan gambut untuk areal perkebunan memerlukan suatu perlakuan khusus, yaitu berupa pengendalian tata air gambut dengan membangun jaringan drainase yang kompleks. Pembuatan saluran drainase dilakukan dengan perhitungan yang akurat dengan memperhitungkan ketebalan gambut, kondisi hidrologis dan curah hujan. Gambut juga lebih bersifat porous dengan tingkat permeabilitas yang tinggi. Pembuatan drainase akan mempercepat pemadatan gambut tersebut. Dalam pembuatan parit perlu diperhatikan kedalamannya, sehingga lahan gambut masih sedikit basah, namun daun,ranting, dan pohon di atasnya jika ditebang masih dapat mengering. Permukaan gambut harus dipertahankan menjadi sedikit basah, menjaga penurunan permukaan air secara perlahan, tetapi cukup dapat membuang genangan air yang ada di gambut. Dalam mengelola tata air dimanfaatkan dam, waduk, dan pintu air pengendali ketinggian permukaan air. Dengan cara tersebut potensi terjadinya subsidensi meskipun ada, akan lebih terkendali. jadi pengelolaan tata air merupakan hal yang paling penting dalam mengelola lahan gambut karena tata air yang benar akan memperkecil subsidensi gambut.

Pertimbangan Perencanaan Penggunaan Sumberdaya Lahan

        Keberadaan sumberdaya lahan relatif tetap dari segi luasan sedangkan kebutuhan manusia kepada lahan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah manusia.Kemampuan manusia dalam medapatkan lahan tidak sama sehingga terjadi suatu kompetisi untuk mengakses lahan, ini tentunya harus dikendalikan untuk mencapai keberlanjutan.Salah satu bentuk pengendalian tersebut adalah dengan perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan tersebut. Berikut ini akan dilihat pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan berdasar fungsi wilayah:

a. Perkotaan

Sitorus (2019) menjelaskan asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan (urban land use planning) sebagai berikut:

a.  Aman, maksudnya aman dari bahaya kebakaran, tindak kejahatan, bahaya banjir, bahaya kecelakaan lalu lintas dan ketunakaryan

b. tertib,maksudnya tertib dalam bidang pelayanan, dalam penataan wilayah perkotaan, dalam lalu lintas dan dalam hukum.

c.  lancar, maksudnya lancar dalam pelayanan, lancar belalu lintas dan lancar dalam komunikasi

d.  Sehat, maksudnya sehat dari segi jasmani dan sehat dari segi rohani

Sudrajat (2005) menjelaskan tentang fenomena yang terjadi di Kota Bogor. Belajar dari pengalaman yang dihadapi Kota Bogor pertimbangan pengaruh perubahan guna lahan terhadap limpasan dan resapan air menjadi sangat penting dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut:

1. Perkiraan kebutuhan ruang didalam RTRW kota Bogor untuk tahun 2009 yang secara total hanya mengalokasikan kawasan resapan air/ ruang terbuka hijau sebesar 11%, dapat berpengaruh terhadap peningkatan air limpasan sebesar 37% jika dibandingkan dengan kondisi limpasan air tahun 2002. Kondisi tersebut jelas akan memberikan pengaruh yang cukup besar tehadap persoalan banjir di DKI Jakarta dan resapan air bagi kota Bogor. Mengingat pada tahun 2005 ini sudah saatnya dilakukan evaluasi terhadap RTRW kota bogor, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan unutuk merevisi arahan pemanfaatan ruang untuk tahun 2009. Bila digunakan dasar proyeksi penggunaan lahan shift share dan ektrapolasi garis regresi yang moderat untuk keseluruhan kota Bogor, maka luas maksimal setiap jenis penggunaan lahan untuk tahun 2009 adalah sebagai berikut:

a. Perumahan/permukiman = 8.232,7 Ha

b. Perkantoran dan pergudangan = 489,9 Ha

c. Perdagangan dan jasa = 330,1 Ha

d. Industri = 197,6 Ha

e. Pertanian lahan basah = 871,0 Ha

f. Pertanian lahan kering = 456,3 Ha

g. Taman/ kuburan/ lap olahrada = 504,2 Ha

h. Penggunaan lain (jalan, terminal dll.) = 539,3 Ha

i. Danau/badan sungai = 106,4 Ha

j. Hutan kota =122,6 Ha

Alokasi lahan tersebut akan mengakibatkan limpasan air permukaan sebesar 31,62%, sedangkan berdasarkan alokasi penggunaan lahan dalam RTRW kota Bogor tahun 2009 akan meningkatkan limpasan sebesar 37%. Bagi Kota Bogor yang terletak dibagian tengah DAS Ciliwung, terlihat bahwa dengan proyeksi yang moderat masih menunjukkan bahwa proporsi guna lahan untuk kawasan terbangun yang terlalu tinggi.

2. Pengaturan pemanfaatan ruang untuk tiap kecamatan perlu diarahkan secara lebih rinci dengan memasukkan pertimbangan resapan air dan perlidungan air tanah untuk menetapkannya. Pemanfaatan lahan di Bogor Selatan dan Utara perlu dipertahankan untuk penggunaan dengan intensitas rendah. Kepadatan yang tinggi di Bogor tengah akan mengarah ke timur dan barat. Perkembangan tersebut perlu tetap menjaga proporsi ruang terbuka yang memadai. Oleh sebab itu pengendalian dengan memusatkan perkembangan dengan kepadatan tinggi perlu dikonsetrasikan di pusat2 kegiatan perlu dijabarkan dalam rencana yang lebih rinci.

3. Upaya preventif melalui perencaan tata ruang perlu diimbang dengan penanganan secara kuratif terhadap perkembangan yang saat ini sudah terjadi.

          Eko dan Rahayu (2012) menjelaskan kondisi penataan sumberdaya lahan di Kecamatan Mlati sebagai salah peri urban Kota Yogyakarta mendapat pengaruh yang cukup signifikan terutama dalam penggunaan lahannya. Hal ini terlihat dari persentase perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 1996‐2010 yang mencapai 10,32% dari luas total lahan di kecamatan ini. Dari analisis SWOT terhadap implementasi kebijakan rencana pemanfaatan ruang diketahui kelemahan terletak pada faktor/aspek peraturan yaitu belum disahkan dokumen RDTR APY Kecamatan Mlati menjadi Peraturan Daerah. Hal ini penting karena peraturan tersebut merupakan dasar hukum dari pelaksanaan rencana tata ruang.Tersedianya lembaga koordinasi dan pelaksana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang serta didukung dengan sumberdaya manusia yang mencukupi merupakan kekuatan pendukung implementasi. Pada faktor pelaksanaan, prosedur rencana, pengawasan dan pengendalian sudah dilakukan sesuai peraturan yang ada namun hal ini tidak diikuti dengan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran rencana tata ruang. Lemahnya penegakan hukum dan pengendalian ini merupakan kelemahan pada aspek pelaksanaan. Hal yang bisa mengancam implementasi adalah investasi dan kebijakan pemerintah tentang peningkatan nilai pajak. Dari sisi masyarakat terdapat ketidaktahuan serta kenekatan masyarakat dalam melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang. Kearifan lokal dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perijinan serta peran pemerintah desa merupakan peluang yang bisa digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan rencana tata ruang.

Samli (2012) menjelaskan kondisi pemanfaatan sumberdaya lahan di Kota Masohi. Pengalokasian pusat aktifitas kota seperti kawasan pemerintahan dan pendidikan yang tidak mempertimbangkan keterkaitan fungsional kawasan mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik lahan yang ada pada sekitar daerah tersebut.

        Penggunaan lahan berupa areal permukiman (Kelurahan Ampera dan Kelurahan Lesane) tidak layak untuk dijadikan kawasan terbangun karena tidak sesuai standar kesesuaian lahan. Kawasan tersebut diperuntukan sebagai kawasan konservasi hutan lindung berdasarkan rencana tata ruang Kota Masohi.

b. Pedesaan

Sitorus (2009) menjelaskan asas tata guna lahan daerah pedesaan sebagai berikut:

a. Lestari. tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama yang akan berdampak pada :

- akan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah

- agar generasi yang sekarang dapat memenuhi kewajibannya untuk mewariskan sumberdaya alam kepada generasi yang akan datang

b. optimal, pemanfataan tanah harus mendatangkan hasil atau keuntungan ekonomi yang setingi tingginya

c. serasi dan seimbang, suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai macam kepentingan berbagai pihak, sehingga dapat dihindari adanya pertentangan atau konflik dalam penggunaan tanah.

Sitorus (2019) menjelaskan bahwa pembangunan pedesaan harus memperhatikan hal-hal seperti berikut ini:

a. mengontrol pembangunan pedesaan

b. memastikan secara visual bahwa pembangunan pedesaan disuatu lokasi harus sesuai dengan lingkungan sekitar.

c. mengurangi perubahan pemanfatan lahan yang belum terbangun menjadi kawasan pemukiman yang tersebar dan berkepadatan penduduk rendah

d. melindungi kawasan kritis dan air permukaan, sumber hayati bawah air

e.menghindari terjadinya konflik dalam penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertambangan.

Amelia dan Mussadun (2015) menjelaskan kondisi di pulau Dompak, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Pulau Dompak terindikasikan terdapat beberapa ketidaksesuaian antara rencana induk dan kondisi di lapangan. Berdasarkan kondisi fisik, jumlah sarana peribadatan yang ada di Pulau Dompak sudah cukup sesuai dengan standar kebutuhan untuk kondisi eksisting. Untuk sarana pendidikan sudah terdapat sebuah sekolah dasar dan sebuah universitas. Sarana rekreasi yang ada di Pulau Dompak sudah tersedia namun perlu adanya pengelolaan dan pengembangan lebih lanjut agar dapat berkembang. Namun untuk sarana pemerintahan masih perlu adanya penyesuaian dengan rencana karena terdapat beberapa gedung pemerintahan yang tidak dibangun pada lokasi yang ditetapkan pada rencana. Untuk kondisi prasarana sudah cukup baik hanya saja untuk jaringan listrik dan air bersih masih perlu adanya peningkatan kualitas lagi karena pada jaringan listrik belum tersedia sama sekali dan jaringan air bersih masih menggunakan sumur.

Pembangunan yang dilakukan di Pulau Dompak disesuaikan dengan rencana detil kawasan yang berpedoman pada RTRW Kota Tanjungpinang. Namun, terdapat ketidaksesuaian pada rencana detil dengan RTRW Kota Tanjungpinang. Ketidaksesuaian ini terjadi pada penentuan kawasan penghijauan menjadi kawasan aktif berupa perkantoran gubernur.

c. Kawasan pesisir

Djunaedi dan Basuki (2002) menjelaskan para ahli di bidang pengelolaan wilayah pantai berpendapat bahwa pengelolaan wilayah pantai secara terpadu (Intergrated Coastal Zone Management) merupakan kunci bagi pemecahan problem dan konflik di wilayah pantai yang sangat pelik dan kompleks.Keterpaduan di dalam manajemen publik dapat didefinisikan sebagai penentuan goals dan objektif secara simultan, melakukan secara bersama-sama pengumpulan informasi, perencanaan dan analisis secara kolektif, penggunaan secara bersama-sama instrumen pengelolaan. Pada kenyataannya, integrasi yang bersifat ideal sebagaimana dikemukakan di atas tidak pernah akan dapat terjadi atau dilakukan. Di dalam praktek integritasi ini biasanya merupakan upaya koordinasi antara berbagai institusi atau lembaga terkait untuk menyelaraskan berbagai kepentingan, prioritas dan tindakan. Usaha untuk melakukan koordinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme, prosedur dan rencana. Dengan demikian, rencana wilayah pantai terpadu disamping berfungsi sebagai arahan bagi pengembangan, strategi yang dilakukan dan tindakan yang akan dilaksanakan, juga berfungsi sebagai instrumen koordinasi.

       Konsepsi pengembangan wilayah dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan selalu terdapat isue-isue yang lebih menonjol tergantung dari kondisi wilayah pesisir bersangkutan. Pendekatan-pendekatan ini meliputi :

1. pendekatan ekologis;

menekankan pada tinjauan ruang wilayah sebagai kesatuan ekosistem. Pendekatan ini sangat efektif untuk mengkaji dampak suatu pembangunan secara ekologis, akan tetapi kecenderungan mengesampingkan dimensi sosial, ekonomis dan politis dari ruang wilayah

2. pendekatan fungsional atau ekonomi;

menekankan pada ruang wilayah sebagai wadah fungsional berbagai kegiatan, dimana faktor jarak atau lokasi menjadi penting

3. pendekatan sosio-politik;

menekankan pada aspek “penguasaan” wilayah. Pendekatan ini melihat wilayah tidak saja dilihat dari berbagai sarana produksi namun juga sebagai sarana untuk mengakumulasikan power. Konflik-konflik yang terjadi dilihat sebagai konflik yang terjadi antar kelompok. Pendekatan ini juga melihat wilayah sebagai teritorial, yakni mengaitkan ruang-ruang bagian wilayah tertentu dengan satuan-satuan organisasi tertentu.

4. pendekatan behavioral dan kultural.

menekankan pada keterkaitan antara wilayah dengan manusia dan masyarakat yang menghuni atau memanfaatkan ruang wilayah tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia dan masyarakat dalam pengembangan wilayah. Pendekatan ini melihat aspek-aspek norma, kultur, psikologi masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsepsi wilayah yang berbeda.

Di samping pendekatan-pendekatan yang bersifat substansial seperti diatas, terdapat beberapa pendekatan yang bersifat instrumental. Pendekatan instrumental ini dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yaitu

1. instrumen hukum dan peraturan;

mempunyai konsep atau ide dasar adanya hukum dan peraturan beserta penegakannya. Instrumen ini antara lain berupa hukum dan peraturan-peraturan seperti ijin lokasi, ijin bangunan, AMDAL dan sebagainya

2.instrumen ekonomi;

mempunyai konsep atau ide dasar adanya pengaruh ekonomi pasar yang sangat signifikan terhadap pengembangan wilayah. Contoh dari penerapan instrumen ini adalah adanya penerapan pajak, retribusi serta insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang

3. instrumen program dan proyek

khususnya yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah didasari atas konsep atau ide dasar pada kebutuhan-kebutuhan dasar dan kepentingan masyarakat luas. Penerapan instrumen ini seperti pembangunan sarana dan prasarana wilayah dan sejenisnya.

4. instumen alternatif.

Instrumen alternatif berdasarkan konsep atau ide dasar adanya pemberdayaan masyarakat dari kemitraan. Contoh-contoh dari penerapan instrumen ini antara lain meliputi pelatihan, pendidikan, partisipasi masyarakat, adanya proyek-proyek percontohan, penghargaaan kepada pelaku masyarakat dan swasta atau pelaku pembangunan lainnya.

d. Kawasan Pariwisata

Mukhsi (2015) menjelaskan kondisi pariwisata gunung galunggung, Tingkat kepedulian masyarakat dan pengunjung yang masih rendah dalam menjaga fasilitas dan melestarikan lingkungan alami di objek wisata cipanas dapat berdampak kerusakan. Oleh karena itu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung untuk ikut terlibat dalam upaya konservasi lingkungan. Pada objek wisata perlu diperbanyak penulisan keterangan dan sarana tempat sampah agar wisatawan merasa dipaksa untuk merasa canggung dan merasa tidak berani membuang sampah seenaknya dan melakukan hal-hal lain yang merusak lingkungan. Bila para pengunjung nyaman dengan tingkat kebersihan dan keindahan alam yang disajikan di objek wisata ini maka bukan tidak mungkin bila mereka rela membayar tiket lebih mahal dan mempromosikan objek wisata wilayah studi.

Dari berbagai gambaran pelaksanaan perencanaan pengelolaan sumberdaya lahan diatas dapat kita lihat persamaan dan perbedaan sebagai berikut:

1. Persamaan

a. Komponen kesesuaian dengan RTRW merupakan faktor yang sangat penting

b.Meningkatkan peran masyarakat untuk mau peduli dengan pengelolaan sumberdaya lahan

c. Sinergitas antar stakeholders menjadi komponen penting lainnya

2. Perbedaan

a. Masing-masing jenis wilayah memiliki faktor-faktor kekhususan tersendiri

b. perbedaan dalam hal prioritas pemanfaatan sumberdaya lahan


DAFTAR PUSTAKA

Sitorus SRP.2019.Penataan Ruang.Bogor(ID).IPB Pr.

Amelia PR, Mussadun M. 2015. Analisis Kesesuaian Rencana Pengembangan Wilayah Pulau Dompak Dengan Kondisi Eksisting Bangunan (Studi Kasus: Pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau). J. Pengemb. Kota. 3(1):26.doi:10.14710/jpk.3.1.26-39.

Djunaedi A, Basuki MN. 2002. Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir. J. Teknol. Lingkung. 3(3):225–231.

Eko T, Rahayu S. 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati. J. Pembang. Wil. Kota. 8(4):330.doi:10.14710/pwk.v8i4.6487.

Mukhsi D. 2015. STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA GUNUNG GALUNGGUNG ( Studi Kasus Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ). J. Perencanaa Wil. dan Kota. 12(1):1–11.

Samli A. 2012. Analisis Pengembangan Kota Berdasarkan Kondisi Fisik Wilayah Kota Masohi Ibukota Kabupaten Maluku Tengah. J. Plano Madani. I(1):74–85.

Sudrajat DJ. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukiman: Studi Kasus Kota Bogor. J. Reg. City Plan. 16(3):44–56.

PENGELOLAAN LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH

 

Pengelolaan Lahan Kering

1. Teras untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.

2. Pembuatan rorak (tempat/lubang penampungan atau peresapan air) dibuat di bidang olah tujuannya untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai pemanen air hujan dan aliran permukaan.

3. Penggunaan mulsa, limbah organik, kompos dan pupuk kandang (bahan organik) dapat mengendalikan erosi tanah, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan meningkatkan produksi tanaman.

4. Pembuatan barisan batu yang dibuat mengikuti kontur untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mengurangai aliran permukaan serta erosi.

5. Pembuatan bedengan dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah berfungsi untuk menanggulangi aliran permukaan dan erosi.

6. Pembuatan saluran drainase untuk mencegah genangan dan mengalirkan aliran permukaan, sehingga air mengalir dengan kekuatan tidak merusak tanah, tanaman dan/atau bangunan konservasi tanah lainnya.

7. Sistem budi daya lorong, tanaman pangan sebagai tanaman utama ditanam pada bidang olah di lorong-lorong antara barisan-barisan tanaman pagar dari semak berkayu atau pohon legum. Tanaman semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi seperti pada sistem bera dengan semak belukar yaitu mendaur ulang unsur hara, sumber mulsa dan pupuk hijau,menekan pertumbuhan gulma dan mengendalikan erosi

8.Sistem wanatani yaitu sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan ternak secara terus menerus ataupun periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah.

9.Teknik tanaman sela untuk mencegah pertumbuhan gulma yang dapat merugikan tanaman tahunan; dan meringankan pemeliharaan tanaman tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi tanaman tahunan.

10.Beberapa sistem pola tanam yang dapat dikembangkan pada lahan kering yang sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif adalah pertanaman campuran, pertanaman berurutan, pertanaman tumpang sari, pertanaman tumpang gilir, pertanaman berlajur (strip cropping), pertanaman bertingkat.

11.Penanaman rumput pada berbagai tempat yang terbuka (tidak tertutup oleh tanaman utama) sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan pertanian.

12.Pupuk hijau dapat ditanam secara khusus untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan berguna sebagai pupuk tanaman pupuk hijau Tanaman pupuk hijau dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah serta meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi.

13.Pematah angin (windbreaks) adalah barisan pohon atau rumput tinggi yang ditanam dengan jarak yang tepat untuk mencegah atau mengurangi erosi angin dan kerusakan tanaman yang disebabkan oleh angin.

Pengelolaan Lahan Basah

1. Melakukan pengeringan lahan, terutama bekas tanah gambut yang dapat digunakan untuk sektor pertanian dan perkebunan. Pengeringan lahan basah secara maksimal membantu menciptakan aneka ragam sawah dan perkebunan sehingga mendukung industri pakan secara maksimal.

2. Melakukan pengelolaan air. Hal ini secara tidak langsung akan membantu sistem irigasi maupun pengairan di daerah lahan basah tersebut, sehingga daerah di sekitarnya tidak kekurangan air bersih serta dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana.

3. Mempertahankan ekosistem alami juga merupakan unsur yang tetap perlu untuk dilakukan agar membantu menjaga keseimbangan alam. Pengembangan serta pengelolaan lahan yang baik akan menciptakan sistem pertanian yang optimal tanpa menimbulkan bencana sebagai efek negatif dari perubahan lahan basah menjadi area sawah maupun perkebunan.

4. Restorasi ekologi mangrove di sepanjang pantai upaya yang dilakukan berupa peningkatan mata pencaharian masyarakat melalui pelibatan langsung dalam kegiatan restorasi ekologi mangrove. Dalam kegiatan ini, masyarakat diajak membangun bendungan dapat-tembus di lokasi tertentu yang mengalami abrasi. Dengan begitu, diharapkan dapat dikumpulkan sedimen yang merupakan tempat tumbuhnya mangrove secara alami, tanpa adanya penanaman oleh manusia. Dalam jangka panjang, pertumbuhan mangrove secara alami ini diharapkan dapat membentengi pesisir dari abrasi yang pada akhirnya masyarakat bisa menikmati kembali mata pencahariannya secara berkelanjutan.

5. Tanaman yang dibudidayakan dipilah berdasarkan kebutuhan airnya, atau justru ditanam berdasarkan ketinggian air. Air yang menjadi unsur utama lahan basah hanya diatur arah masuk dan keluarnya sesuai musim. Demikian pula pada saat pasang dan surutnya air laut.

6. Pengelolaan subsidensi atau pemadatan gambut. Pemanfaatan lahan gambut untuk areal perkebunan memerlukan suatu perlakuan khusus, yaitu berupa pengendalian tata air gambut dengan membangun jaringan drainase yang kompleks. Pembuatan saluran drainase dilakukan dengan perhitungan yang akurat dengan memperhitungkan ketebalan gambut, kondisi hidrologis dan curah hujan. Gambut juga lebih bersifat porous dengan tingkat permeabilitas yang tinggi. Pembuatan drainase akan mempercepat pemadatan gambut tersebut. Dalam pembuatan parit perlu diperhatikan kedalamannya, sehingga lahan gambut masih sedikit basah, namun daun,ranting, dan pohon di atasnya jika ditebang masih dapat mengering. Permukaan gambut harus dipertahankan menjadi sedikit basah, menjaga penurunan permukaan air secara perlahan, tetapi cukup dapat membuang genangan air yang ada di gambut. Dalam mengelola tata air dimanfaatkan dam, waduk, dan pintu air pengendali ketinggian permukaan air. Dengan cara tersebut potensi terjadinya subsidensi meskipun ada, akan lebih terkendali. jadi pengelolaan tata air merupakan hal yang paling penting dalam mengelola lahan gambut karena tata air yang benar akan memperkecil subsidensi gambut.

7. Perbaikan irigasi dan drainase, diikuti perbaikan sistem budidaya, dan ameliorasi tanah sehingga meningkatkan daya dukung lahan, selanjutnya, dalam budidaya lahan basah diperlukan pengelolaan terpadu  dengan megikut-sertakan ternak dan ikan dalam sitem. Perlu penggunaan lahan secara optimal dan rasional agar bersifat berkelanjutan.

STANDAR KEBUTUHAN AIR

 

Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk memenuhi kebutuhan maupun menopang hidupnya secara alami. Kegunaan air yang bersifat menyeluruh dari setiap aspek kehidupan menjadi semakin berharga air baik jika dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berikut Standar Nasional Penggunaan air berdasar jenis kegiatan:  

1. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.

Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Berdasarkan SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan 120L/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota (SNI, 2002).

Kebutuhan air penduduk pedesaan = penduduk x 365 x 60 L = ……. L/Tahun.

Kebutuhan air penduduk perkotaan = penduduk x 365 x 120 L = …. L/Tahun.

2. Kebutuhan air untuk perikanan

Aspek perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air karena tentu untuk menggenagi kolam budidaya ikan diperlukan air dalam volume besar agar tercipta tempat hidup yang cocok untuk perkembangan ikan. Setiap jenis budidaya ikan akan berbeda pola penggunaan airnya, misalnya untuk ikan lele dumbo memerlukan 1x dalam sebulan sedangkan ikan gurame perlu 1 minggu sekali (SNI, 2002).


keterangan :

Q(FP)      = Kebutuhan air untuk perikanan (m3/hari),

q(f)          = Kebutuhan air untuk pembilasan (mm/hari/ha),

A(FP)       = Luas kolam ikan (ha).

3. Kebutuhan air untuk peternakan

Bidang peternakan juga membutuhkan air untuk minum ternak,Cara untuk menghitung kebutuhan air ternak adalah menghitung jumlah ternak dan mengalikan dengan kebutuhan airnya. Jenis ternak yang berbeda memiliki kebutuhan air yang berbeda pula. Besar kecilnya peternakan akan berpengaruh juga terhadap kebutuhan airnya seperti peternakan skala besar dengan jumlah ternak yang banyak dan jenisnya sapi, maka konsumsi air akan lebih besar dibandingkan dengan  jumlah ternak babi yang sama, Jenis ternak juga memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan air.

dimana :

Q(L)     : Kebutuhan air untuk ternak (m³/tahun)

q(c/b)   : Kebutuhan air untuk sapi/kerbau (liter/ekor/hari)

q(s/g)    : Kebutuhan air untuk Domba/Kambing (liter/ekor/hari)

q(pi)     : Kebutuhan air untuk babi (liter/ekor/hari)

q(po)    : Kebutuhan air untuk unggas (liter/ekor/hari)

P(c/b)   : Jumlah sapi/kerbau

P(s/g)   : Jumlah domba/kambing

P(pi)    : Jumlah babi

P(po)   : Jumlah unggas

Tabel 1. Unit kebutuhan air untuk peternakan

4. Kebutuhan air untuk Industri

Kebutuhan air untuk industri merupakan kebutuhan untuk kegiatan produksi meliputi bahan baku, pekerja, industri dan kebutuhan pendukung industri lainnya untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industri diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka prediksi penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari atau 500 lt/hari/karyawan.

Tabel 2. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri 

Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-faktor yang ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin banyak, hal ini juga dipengeruhi oleh jenis industri yang diusahakan misalnya industri sedang minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar minuman ringan.




TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN