Senin, 27 Desember 2021

REFORMA AGRARIA (Berdasarkan Perpres 86 Tahun 2018)

 

Reforma Agraria merupakan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Penataan Aset adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah. Penataan Akses adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.

Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) adalah tanah yang dikuasai oleh negara dan tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi. Tanah Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah dan tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, barang milik negara/daerah/desa atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, dan tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.

Reforma Agraria bertujuan untuk:

a. mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan;

b. menangani Sengketa dan Konflik Agraria;

c. menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

d. menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan;

e. memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi;

f. meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan

g. memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

Penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan terhadap TORA melalui tahapan perencanaan Reforma Agraria dan pelaksanaan Reforma Agraria.Perencanaan Reforma Agraria meliputi:

a. perencanaan Penataan Aset terhadap penguasaan dan pemilikan TORA;

b. perencanaan terhadap Penataan Akses dalam penggunaan dan pemanfaatan serta produksi atas TORA;

c. perencanaan peningkatan kepastian hukum dan legalisasi atas TORA;

d. perencanaan penanganan Sengketa dan Konflik Agraria; dan

e. perencanaan kegiatan lain yang mendukung Reforma Agraria.

Perencanaan Reforma Agraria menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga dan rencana pembangunan daerah. Pelaksanaan Reforma Agraria dilaksanakan melalui tahapan Penataan Aset dan Penataan Akses. Penataan Aset menjadi dasar dilakukannya Penataan Akses. Penataan Aset terdiri atas redistribusi tanah atau legalisasi aset. Objek redistribusi tanah meliputi:

a. tanah HGU dan HGB yang telah habis masa berlakunya serta tidak dimohon perpanjangan dan/atau tidak dimohon pembaruan haknya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah haknya berakhir;

b. tanah yang diperoleh dari kewajiban pemegang HGU untuk menyerahkan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas bidang tanah HGU yang berubah menjadi HGB karena perubahan peruntukan rencana tata ruang;

c. tanah yang diperoleh dari kewajiban menyediakan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas Tanah Negara yang diberikan kepada pemegang HGU dalam proses pemberian, perpanjangan atau pembaruan haknya;

d. tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai sumber TORA, meliputi:

1. tanah dalam kawasan hutan yang telah dilepaskan sesuai peraturan perundang undangan menjadi TORA; dan

2. tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai oleh masyarakat dan telah diselesaikan penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Tanah Negara bekas tanah terlantar yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui Reforma Agraria;

f. tanah hasil penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria;

g. tanah bekas tambang yang berada di luar kawasan hutan;

h. tanah timbul;

i. tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah, meliputi:

1. tanah yang dihibahkan oleh perusahaan dalam bentuk tanggung jawab sosial dan/atau lingkungan;

2. tanah hasil konsolidasi yang subjeknya memenuhi kriteria Reforma Agraria;

3. sisa tanah sumbangan tanah untuk pembangunan dan tanah pengganti biaya pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang telah disepakati untuk diberikan kepada pemerintah sebagai TORA; atau

4. Tanah Negara yang sudah dikuasai masyarakat.

j. tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah bekas eigendom yang luasnya lebih dari 10 (sepuluh) bauw yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan perundang-undangan sebagai objek redistribusi; dan

k. tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah swapraja/bekas swapraja yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.

Redistribusi tanah atas objek seperti pada huruf a, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i angka 4), huruf j, dan huruf k dilakukan melalui tahapan:

a. inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

b. analisa data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah; dan

c. penetapan sebagai objek redistribusi tanah.

Redistribusi tanah atas objek sebagaimana huruf b, serta huruf i angka 1), angka 2) dan angka 3) dilakukan melalui tahapan:

a. inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

b. analisa data fisik dan data yuridis bidang tanah;

c. pelepasan hak atas tanah atau garapan atas Tanah Negara; dan

d. penetapan sebagai objek redistribusi tanah.

Redistribusi tanah atas objek yang dari berasal pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil perubahan batas kawasan hutan dilakukan setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan surat keputusan penetapan batas areal pelepasan kawasan hutan atau keputusan perubahan batas kawasan hutan. Dalam hal objek redistribusi tanah tercatat sebagai aset badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang telah digarap dan dikuasai oleh masyarakat, dapat ditetapkan sebagai objek redistribusi tanah setelah melalui tata cara penghapusan aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan objek redistribusi tanah ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

Objek redistribusi tanah yang telah ditetapkan meliputi Redistribusi tanah untuk pertanian dan Redistribusi tanah untuk non-pertanian. Objek redistribusi tanah untuk pertanian diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan paling besar 5 (lima) hektare sesuai dengan ketersediaan TORA. Objek redistribusi tanah untuk pertanian disertai dengan pemberian sertipikat hak milik atau Hak Kepemilikan Bersama.

Objek redistribusi tanah untuk non-pertanian diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria. Objek redistribusi tanah untuk non-pertanian disertai dengan pemberian sertipikat hak milik. Dalam hal objek redistribusi tanah untuk non-pertanian yang memerlukan penataan maka dapat dilakukan melalui Konsolidasi Tanah disertai dengan pemberian sertipikat hak milik atau sertipikat hak milik atas satuan rumah susun. Ketentuan lebih lanjut mengenai redistribusi tanah untuk non-pertanian diatur dengan Peraturan Menteri.

Objek redistribusi tanah yang telah ditetapkan digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan tanah, kesesuaian lahan dan rencana tata ruang. Perubahan penggunaan dan pemanfaatan objek redistribusi tanah oleh Subjek Reforma Agraria, harus seizin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

Subjek Reforma Agraria terdiri atas orang perseorangan, kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama atau badan hukum. Orang perseorangan  harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;

b. berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; dan

   c. bertempat tinggal di wilayah objek redistribusi tanah atau bersedia tinggal di wilayah objek redistribusi tanah.

Orang perseorangan mempunyai pekerjaan:

a. petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 (nol koma dua lima) hektare atau lebih kecil dan/atau petani yang menyewa tanah yang luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya;

b. petani penggarap yang mengerjakan atau mengusahakan sendiri tanah yang bukan miliknya;

c. buruh tani yang mengerjakan atau mengusahakan tanah orang lain dengan mendapat upah;

d. nelayan kecil yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) Gross Tonnage (GT);

e. nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan di perairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal;

f. nelayan buruh yang menyediakan tenaganya yang turut serta dalam usaha penangkapan ikan;

g. pembudi daya ikan kecil yang melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari;

h. penggarap lahan budi daya yang menyediakan tenaganya dalam pembudidayaan ikan;

i. petambak garam kecil yang melakukan usaha pergaraman pada lahannya sendiri dengan luas lahan paling luas 5 (lima) hektare, dan perebus garam;

j. penggarap tambak garam yang menyediakan tenaganya dalam usaha pergaraman;

k. guru honorer yang belum berstatus Pegawai Negeri Sipil, serta digaji secara sukarela atau per jam pelajaran, atau bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi, yang tidak memiliki tanah;

l. pekerja harian lepas yang melakukan pekerjaan tertentu yang dalam hal waktu, volume, dan upahnya didasarkan pada kehadiran, yang tidak memiliki tanah;

m. buruh yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, yang tidak memiliki tanah;

n. pedagang informal yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang atau jasa, dengan kemampuan modal yang terbatas yang dilakukan cenderung berpindah-pindah serta berlokasi di tempat umum, tidak mempunyai legalitas formal serta tidak memiliki tanah;

o. pekerja sektor informal yang bekerja dalam hubungan kerja sektor informal dengan menerima upah dan/atau imbalan dan tidak memiliki tanah;

p. pegawai tidak tetap yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi yang tidak memiliki tanah;

q. pegawai swasta dengan pendapatan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak memiliki tanah;

r. Pegawai Negeri Sipil paling tinggi golongan IIIa yang tidak memiliki tanah;

s. anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat paling tinggi Letnan Dua/lnspektur Dua Polisi atau yang setingkat dan tidak memiliki tanah; atau

t. pekerjaan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama merupakan gabungan dari orang-perseorangan yang membentuk kelompok, berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan objek redistribusi tanah.Sedangkan badan hukum yang dimaksud sebagai subjek penerima redistribusi tanah adalah berbentuk koperasi, perseroan terbatas, atau yayasan, yang dibentuk oleh Subjek Reforma Agraria orang perseorangan atau kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama atau badan usaha milik desa.

Objek legalisasi aset yang merupakan objek penataan aset meliputi tanah transmigrasi yang belum bersertipikat; dan tanah yang dimiliki masyarakat. Tanah transmigrasi yang belum bersertipikat harus memenuhi kriteria yaitu tidak termasuk dalam kawasan hutan atau telah diberikan hak pengelolaan untuk transmigrasi.

Dalam hal tanah transmigrasi yang belum bersertipikat termasuk dalam kawasan hutan, proses pelepasan atau perubahan batas kawasan hutannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan, sedangkan kalau lahan tersebut belum memperoleh hak pengelolaan untuk transmigrasi maka legalisasi asetnya dilakukan setelah terbit keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi atau bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa pembinaannya telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/ kota.

Objek legalisasi aset berupa tanah transmigrasi yang telah ditetapkan diberikan kepada Subjek Reforma Agraria melalui mekanisme:

a. sertipikasi tanah transmigrasi

Subjek Reforma Agraria merupakan orang perseorangan yang terdiri atas kepala keluarga beserta anggota keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. sertipikasi tanah yang dimiliki masyarakat.

Subjek Reforma Agraria terdiri atas:

  • orang perseorangan;

kriterianya adalah Warga Negara Indonesia; dan berusia paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah.

  • kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama; atau

Kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama merupakan gabungan dari orang-perseorangan yang membentuk kelompok, yang berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan objek legalisasi aset.

  • badan hukum

Badan hukumnya berbentuk koperasi, perseroan terbatas, atau yayasan, yang dibentuk oleh Subjek Reforma Agraria dengan Hak Kepemilikan Bersama; atau badan usaha milik desa.

Penataan Akses

Penataan Akses dilaksanakan berbasis klaster dalam rangka meningkatkan skala ekonomi, nilai tambah serta mendorong inovasi kewirausahaan Subjek Reforma Agraria. Penataan Akses  meliputi:

a. pemetaan sosial;

Pemetaan sosial untuk mengetahui potensi, peluang, dan kendala yang dimiliki Subjek Reforma Agraria sebagai kelompok sasaran Penataan Akses.

b. peningkatan kapasitas kelembagaan;

Peningkatan kapasitas kelembagaan dilakukan melalui pembentukan kelompok sasaran Penataan Akses berdasarkan jenis usaha.

c. pendampingan usaha;

Pendampingan usaha dilakukan melalui kemitraan yang berkeadilan.

d. peningkatan keterampilan

Peningkatan keterampilan dilakukan melalui penyuluhan, pendidikan, pelatihan dan bimbingan teknis.

e. penggunaan teknologi tepat guna

dilakukan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga penelitian, serta kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah.

f. diversifikasi usaha

dilakukan dengan penganekaragaman jenis usaha untuk memaksimalkan upaya peningkatan kesejahteraan.

g. fasilitasi akses permodalan

Fasilitasi akses permodalan dilakukan oleh lembaga keuangan, koperasi dan badan usaha melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) .

h. fasilitasi akses pemasaran (offtaker)

Fasilitasi Akses permodalan dilakukan melalui penetapan kebijakan pemberian pinjaman kepada kelompok sasaran Penataan Akses dengan bunga rendah dengan jangka waktu panjang.

i. penguatan basis data dan informasi komoditas;

Fasilitasi akses pemasaran dilakukan dengan menampung dan menyalurkan hasil usaha kelompok sasaran Penataan Akses.

j. penyediaan infrastruktur pendukung.

Penguatan basis data dan informasi komoditas dilakukan dengan menyusun basis data Penataan Akses yang digunakan sebagai dasar pengawasan.

Penataan Akses dilaksanakan dengan pola:

a. pemberian langsung oleh pemerintah;

b. kerja sama antara masyarakat yang memiliki Sertipikat Hak Milik dengan badan hukum melalui program kemitraan yang berkeadilan; dan/atau

c. kerja sama antara kelompok masyarakat yang memiliki hak kepemilikan bersama dengan badan hukum melalui program tanah sebagai penyertaan modal.

Penataan Akses dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria. Dalam rangka mengoordinasikan pelaksanaan Penataan Akses, Gugus Tugas Reforma Agraria dapat menunjuk pendamping dan/atau mitra kerja Subjek Reforma Agraria.

DAFTAR PUSTAKA 

Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN