Minggu, 17 Oktober 2021

ANALISIS MODEL PERSAMAAN PERTUMBUHAN

 

Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan (disamping pemertaan dan keberlanjutan). Semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi, pembangunan dinyatakan semakin berhasil.Pola pertumbuhan/ peluruhan antar waktu bersifat linier maupun non linier.

·    Linier            : diskret & kontinu

·    Non linier      : eksponensial, log, saturation

Berdasarkan data LQ diketahu bahwa Kota Padang Panjang adalah daerah yang tidak memiliki keungulan komparatif dalam bidang pertanian dan berdasar data differential shift menunjukan daerah ini juga tidak memiliki keunggulan kompetitif dibidang pertanian. Kondisi ini dihadapkan dengan makin meningkatnya kebutuhan padi. Berikut adalah pertumbuhan kebutuhan padi dari tahun 2015 dan prediksi sampai tahun 2040 yang akan dilihat model pertumbuhannya.


Berdasarkan data diatas dilakukan analisis untuk menentukan model mana yang paling mendekati dari data yang ada, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dari ketiga jenis model pertumbuhan tersebut yang memiliki nilai R2 tertinggi adalah model eksponensial yaitu 0,9917 dengan standar error 66,78, jadi pertumbuhan kebutuhan padi di Kota Padang Panjang berbentuk pertumbuhan eksponensial.Perbandingan grafik untuk masing-masing jenis model pertumbuhan dapat dilihat dibawah ini.








ANALISIS KLUSTER

 

Tujuan dilakukan zoning untuk efisiensi pengelolaan wilayah (administratif dan pembangunan) atau membangun kebijakan tertentu. Tujuan utama analisis cluster adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara objek-objek tersebut. Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih cluster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. Berdasarkan data PDRB Provinsi Sumatera Barat dilakukan pengelompokan kabupaten/kota yang memiliki karakteristik yang mirip, hasilnya adalah sebagai berikut.

Berhirarki


Berdasarkan analisis kluster berhirarki dapat dilihat bahwa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Dibagi dalam 2 kelompok

Kelompok 1 : Kota Padang

Kelompok 2 : selain Kota Padang

2. Dibagi dalam 3 kelompok

Kelompok 1: Kota Padang

Kelompok 2: Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pesisir Selatan

Kelompok 3: Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Sawahlunto, Kota Solok, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai

3. Dibagi dalam 5 kelompok

Kelompok 1: Kota Padang

Kelompok 2: Kabupaten Padang Pariaman

     Kelompok 3: Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten  Solok, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pesisir Selatan

                     Kelompok 4: Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Sawahlunto, Kota Solok

Kelompok 5: Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai

4. Dibagi dalam 8 kelompok

Kelompok 1: Kota Padang

Kelompok 2: Kabupaten Padang Pariaman

Kelompok 3: Kabupaten Agam

                     Kelompok 4: Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pesisir Selatan

Kelompok 5: Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi

Kelompok 6: Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kota Solok

Kelompok 7: Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung

Kelompok 8: Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai


Tidak berhirarki



Dengan menentukan 4 kelompok yang akan dihasilkan diperoleh data seperti tabel diatas. Tabel ANOVA memperlihatkan variabel  pengeluaran, IPM tidak memberikan pengaruh penting karena nilai signifikan nya lebih dari 0,05 (derajat kesalahan 5%).Variabel ini dikeluarkan dari analisis dan dilakukan analisis kembali.


Hasil analisis lanjutan setelah variabel  pengeluaran, IPM dikeluarkan dari analisis adalah sebagai berikut:


Setelah dilakukan analisis ulang didapat perubahan nilai jarak dari masing-masing anggota kelompok. Dari nilai ANOVA dapat dilihat bahwa semua variabel adalah variabel penting karena memiliki nilai signifikan lebih kecil dari 5%.













ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

 

GWR  merupakan model regresi linier bersifat lokal yang menghasilkan penaksir parameter model yang bersifat lokal.Setiap titik atau lokasi dimana data tersebut dikumpulkan, sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda.

Berdasarkan data entropy diatas diketahui bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling merata perkembangannya di Kabupaten Pasaman Barat.Dalam tulisan ini akan dilihat salah satu faktor penunjang pertanian yaitu jumlah penggilingan padi, akan dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah penggilingan padi di masing-masing kecamatan. Variabel bebas yang digunakan adalah luas tanam padi sawah, luas penen padi sawah, luas tanam padi ladang, luas panen padi ladang dan luas wilayah dengan menggunakan GWR.










Analisis ketimpangan antar unit (Kasus: Kabupaten Pasaman Barat)

 

Berdasarkan data indeks entropy Kabupaten Pasaman Barat dapat dilihat bahwa pada terjadi peningkatan pemerataan tingkat penyebaran aktivitas, hal ini diketahui dari peningkatan nilai indeks entropy dari tahun 2018 sebesar 0,68 menjadi 0,7 pada tahun 2019.




ANALISIS PERKEMBANGAN SISTEM WILAYAH ( STUDI KASUS : PROVINSI SUMATERA BARAT)

Jika di suatu wilayah terdapat berbagai aktivitas masyarakat, maka penambahan aktifitas menunjukkan penambahan komponen sistem atau dengan kata lain wilayah tersebut semakin berkembang.Perkembangan sistem dapat diidentifikasi dengan konsep entropi. Semakin tinggi entropi semakin berkembang suatu sistem


Berdasarkan data tahun 2018 hasil entropi total dari data aktivitas per sektor di wilayah contoh menunjukkan bahwa nilai entropi sebesar 4,8.Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena dengan 17 komponen seharusnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar ln(17) = 5,7. Namun demikian, nilai tersebut sudah mendekati nilai entropi maksimum. Dapat dinyatakan bahwa tingkat penyebaran aktivitas di seluruh wilayah relatif merata. Ragam di setiap jenis aktifitas ekonomi relatif sama. Dari jumlah setiap unit pengamatan dapat disimpulkan wilayah dengan sebaran intensitas aktivitas paling merata (peluang perkembangan seluruh aktivitas relatif sama) adalah Kota Padang dengan nilai entropy 0,97. Sebaliknya wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata atau ada kecenderungan spesifikasi untuk aktivitas tertentu adalah Kota Padang Panjang dengan nilai entropy 0,09.

Selanjutnya dilihat dari jumlah setiap aktivitas dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan intensitas merata di seluruh wilayah adalah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan dengan niali entropy 0,95. Sementara aktivitas yang relatif ada kecenderungan pemusatan lokasi adalah sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang dengan nilai entropy 0,008.

Berdasarkan data tahun 2019 hasil entropi total dari data aktivitas per sektor di wilayah contoh menunjukkan bahwa nilai entropi sebesar 5,1.Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena dengan 17 komponen seharusnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar ln(17) = 5,7. Namun demikian, nilai tersebut sudah mendekati nilai entropi maksimum. Dapat dinyatakan bahwa tingkat penyebaran aktivitas di seluruh wilayah relatif merata. Ragam di setiap jenis aktifitas ekonomi relatif sama. Dari jumlah setiap unit pengamatan dapat disimpulkan wilayah dengan sebaran intensitas aktivitas paling merata (peluang perkembangan seluruh aktivitas relatif sama) adalah Kota Padang dengan nilai entropy 1.Sebaliknya wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata atau ada kecenderungan spesifikasi untuk aktivitas tertentu adalah Kota Padang Panjang dengan nilai entropy 0,1. Dibandingkan dengan data tahun 2019 bahwa terjadi peningkatan pemerataan pada kedua wilayah ini

Selanjutnya dilihat dari jumlah setiap aktivitas dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan intensitas merata di seluruh wilayah adalah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan dengan niali entropy 0,97. Sementara aktivitas yang relatif ada kecenderungan pemusatan lokasi adalah sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang dengan nilai entropy 0,009. Dibandingkan dengan data tahun 2019 bahwa terjadi peningkatan pemerataan pada kedua sektor ini.





ANALISIS KETIMPANGAN WILAYAH ( STUDI KASUS: PROVINSI SUMATERA BARAT)


Berdasarkan hasil nilai Indeks Williamson pada tahun 2018 dan 2019 terjadi peningkatan ketimpangan wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2018 nilai Indeks Williamson 0,259 sedangkan pada tahun 2019 meningkat menjadi 0,268, tapi nilai ini masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks williamson pada tahun 2010 yaitu 0,277. Jadi berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa dibandingkan tahun 2010 terjadi penurunan ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Barat, tapi dalam dua tahun terakhir terjadi sedikit peningkatan.










Analisis keunggulan kompetitif Provinsi Sumatera Barat

Keunggulan berkompetisi diukur dari tingkat pertumbuhan.Dilihat dari penyebabnya, koefisien pertumbuhan didekomposisikan menjadi 3, yaitu sebab yang bersumber dari dinamika keragaan yaitu:

·      Wilayah secara agregat

·      Sektor secara agregat

·      Unit wilayah terkecil (dalam analisis) secara sektoral

Tiga komponen pertumbuhan adalah:

·   Komponen laju pertumbuhan total (Regional share) komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu.

·  Komponen pergeseran proporsional (Proportional Shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah.

·   Komponen pergeseran diferensial (Differential Shift). Komponen ini menjelaskan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor atau aktifitas tersebut dalam wilayah.

Berdasarkan nilai regional share diketahui bahwa pertumbuhan total seluruh sektor di Provinsi Sumatera Barat sebesar 0,069, sedangkan dari nilai proportional shift diketahui bahwa sektor yang mengalami pertumbuhan adalah pertambahan dan penggalian, Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Informasi dan Komunikasi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa Lainnya. Sektor yang mengalami penurunan adalah pertanian, perikanan dan kehutanan, Industri Pengolahan, Pengadaan Listrik dan Gas, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, Transportasi dan Pergudangan dan jasa keuangan dan asuransi.

Tabel 1 Differential shift Provinsi Sumatera Barat

Tabel 2 SSA Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan nilai SSA pada Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa untuk sektor Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Informasi dan Komunikasi, Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa Lainnya memiliki keunggulan kompetitif diseluruh wailayah, hal ini dapat diketahui dari nilai SSA yang positif di semua wilayah.

        Sektor Transportasi dan Pergudangan memiliki keunggulam kompetitif diseluruh wilayah kecuali di Kabupaten Padang Pariaman karena memiliki nilai SSA yang negatif. Sektor pengadaan listrik dan gas tidak memiliki keunggulan kompetitif di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Dharmasraya dan Kota Solok. Sektor Pertambangandan galian tidak memilki keunggulam kompetitif di Kota Solok dan Kota Bukittinggi.Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tidak memiliki keunggulan kompetitif di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Pasaman Barat.


TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN