Reforma
Agraria merupakan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai
dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Penataan Aset adalah
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka
menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah. Penataan Akses
adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma
Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan
tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.
Tanah
Objek Reforma Agraria (TORA) adalah tanah yang dikuasai oleh negara dan tanah
yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi. Tanah
Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah dan tidak
merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, barang milik
negara/daerah/desa atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, dan
tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas
tanah.
Reforma Agraria
bertujuan untuk:
a. mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah
dalam rangka menciptakan keadilan;
b. menangani Sengketa dan Konflik
Agraria;
c. menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah;
d. menciptakan lapangan kerja untuk
mengurangi kemiskinan;
e. memperbaiki akses masyarakat kepada
sumber ekonomi;
f. meningkatkan ketahanan dan kedaulatan
pangan; dan
g.
memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
Penyelenggaraan
Reforma Agraria dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan
Reforma Agraria dilakukan terhadap TORA melalui tahapan perencanaan Reforma
Agraria dan pelaksanaan Reforma Agraria.Perencanaan Reforma
Agraria meliputi:
a. perencanaan Penataan Aset terhadap
penguasaan dan pemilikan TORA;
b. perencanaan terhadap Penataan Akses dalam penggunaan
dan pemanfaatan serta produksi atas TORA;
c. perencanaan peningkatan kepastian
hukum dan legalisasi atas TORA;
d. perencanaan penanganan Sengketa dan
Konflik Agraria; dan
e. perencanaan kegiatan lain yang
mendukung Reforma Agraria.
Perencanaan
Reforma Agraria menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian/lembaga dan rencana pembangunan daerah. Pelaksanaan Reforma Agraria
dilaksanakan melalui tahapan Penataan Aset dan Penataan Akses. Penataan Aset menjadi
dasar dilakukannya Penataan Akses. Penataan Aset terdiri atas redistribusi tanah atau legalisasi aset. Objek
redistribusi tanah meliputi:
a. tanah HGU dan HGB yang telah habis
masa berlakunya serta tidak dimohon perpanjangan dan/atau tidak dimohon
pembaruan haknya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah haknya berakhir;
b. tanah yang diperoleh dari kewajiban
pemegang HGU untuk menyerahkan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas
bidang tanah HGU yang berubah menjadi HGB karena perubahan peruntukan rencana
tata ruang;
c. tanah yang diperoleh dari kewajiban
menyediakan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas Tanah Negara yang
diberikan kepada pemegang HGU dalam proses pemberian, perpanjangan atau pembaruan
haknya;
d. tanah yang berasal dari pelepasan
kawasan hutan negara dan/atau hasil perubahan batas kawasan hutan yang
ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai sumber TORA, meliputi:
1. tanah dalam kawasan hutan yang telah dilepaskan
sesuai peraturan perundang undangan menjadi TORA; dan
2. tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai
oleh masyarakat dan telah diselesaikan penguasaannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Tanah Negara bekas tanah terlantar
yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui Reforma
Agraria;
f.
tanah hasil penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria;
g.
tanah bekas tambang yang berada di luar kawasan hutan;
h.
tanah timbul;
i. tanah yang memenuhi persyaratan penguatan
hak rakyat atas tanah, meliputi:
1. tanah yang dihibahkan oleh perusahaan dalam bentuk
tanggung jawab sosial dan/atau lingkungan;
2.
tanah hasil konsolidasi yang subjeknya memenuhi kriteria Reforma Agraria;
3. sisa tanah sumbangan tanah untuk pembangunan dan
tanah pengganti biaya pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang telah disepakati untuk
diberikan kepada pemerintah sebagai TORA; atau
4.
Tanah Negara yang sudah dikuasai masyarakat.
j. tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah bekas eigendom yang
luasnya lebih dari 10 (sepuluh) bauw yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan
perundang-undangan sebagai objek redistribusi; dan
k. tanah kelebihan maksimum, tanah
absentee, dan tanah swapraja/bekas swapraja yang masih tersedia dan memenuhi
ketentuan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.
Redistribusi tanah atas
objek seperti pada huruf a, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf
i angka 4), huruf j, dan huruf k dilakukan melalui tahapan:
a. inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah;
b. analisa data fisik dan data yuridis bidang-bidang
tanah; dan
c. penetapan sebagai objek redistribusi tanah.
Redistribusi tanah atas objek
sebagaimana huruf b, serta huruf i angka 1), angka 2) dan angka 3) dilakukan
melalui tahapan:
a. inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah;
b. analisa data fisik dan data yuridis bidang tanah;
c. pelepasan hak atas tanah atau garapan atas Tanah Negara;
dan
d. penetapan sebagai objek redistribusi tanah.
Redistribusi tanah atas
objek yang dari berasal pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil perubahan
batas kawasan hutan dilakukan setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
menerbitkan surat keputusan penetapan batas areal pelepasan kawasan hutan atau
keputusan perubahan batas kawasan hutan. Dalam hal objek redistribusi tanah tercatat
sebagai aset badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang telah
digarap dan dikuasai oleh masyarakat, dapat ditetapkan sebagai objek
redistribusi tanah setelah melalui tata cara penghapusan aset sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penetapan objek redistribusi tanah ditetapkan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Objek redistribusi
tanah yang telah ditetapkan meliputi Redistribusi tanah untuk pertanian dan Redistribusi
tanah untuk non-pertanian. Objek redistribusi tanah untuk pertanian diredistribusi
kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan paling besar 5 (lima) hektare sesuai
dengan ketersediaan TORA. Objek redistribusi tanah untuk pertanian disertai
dengan pemberian sertipikat hak milik atau Hak Kepemilikan Bersama.
Objek redistribusi
tanah untuk non-pertanian diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria. Objek
redistribusi tanah untuk non-pertanian disertai dengan pemberian sertipikat hak
milik. Dalam hal objek redistribusi tanah untuk non-pertanian yang memerlukan penataan
maka dapat dilakukan melalui Konsolidasi Tanah disertai dengan pemberian
sertipikat hak milik atau sertipikat hak milik atas satuan rumah susun. Ketentuan
lebih lanjut mengenai redistribusi tanah untuk non-pertanian diatur dengan
Peraturan Menteri.
Objek redistribusi
tanah yang telah ditetapkan digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan
tanah, kesesuaian lahan dan rencana tata ruang. Perubahan penggunaan dan
pemanfaatan objek redistribusi tanah oleh Subjek Reforma Agraria, harus seizin
Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Subjek Reforma Agraria terdiri
atas orang perseorangan, kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama
atau badan hukum. Orang perseorangan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.
Warga Negara Indonesia;
b.
berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; dan
c.
bertempat tinggal di wilayah objek redistribusi tanah atau bersedia tinggal di
wilayah objek redistribusi tanah.
Orang perseorangan mempunyai pekerjaan:
a. petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 (nol koma
dua lima) hektare atau lebih kecil dan/atau petani yang menyewa tanah yang
luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di bidang pertanian
sebagai sumber kehidupannya;
b. petani penggarap yang mengerjakan atau mengusahakan
sendiri tanah yang bukan miliknya;
c. buruh tani yang mengerjakan atau mengusahakan tanah
orang lain dengan mendapat upah;
d. nelayan kecil yang melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal
penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar
10 (sepuluh) Gross Tonnage (GT);
e. nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan
di perairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan
secara turun temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal;
f. nelayan buruh yang menyediakan tenaganya yang turut
serta dalam usaha penangkapan ikan;
g. pembudi daya ikan kecil yang melakukan pembudidayaan
ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari;
h. penggarap lahan budi daya yang menyediakan tenaganya
dalam pembudidayaan ikan;
i. petambak garam kecil yang melakukan usaha pergaraman
pada lahannya sendiri dengan luas lahan paling luas 5 (lima) hektare, dan
perebus garam;
j. penggarap tambak garam yang menyediakan tenaganya
dalam usaha pergaraman;
k. guru honorer yang belum berstatus Pegawai Negeri Sipil,
serta digaji secara sukarela atau per jam pelajaran, atau bahkan di bawah gaji
minimum yang telah ditetapkan secara resmi, yang tidak memiliki tanah;
l. pekerja harian lepas yang melakukan pekerjaan tertentu
yang dalam hal waktu, volume, dan upahnya didasarkan pada kehadiran, yang tidak
memiliki tanah;
m. buruh yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain, yang tidak memiliki tanah;
n. pedagang informal yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang atau jasa, dengan kemampuan modal yang terbatas yang dilakukan cenderung
berpindah-pindah serta berlokasi di tempat umum, tidak mempunyai legalitas
formal serta tidak memiliki tanah;
o. pekerja sektor informal yang bekerja dalam hubungan
kerja sektor informal dengan menerima upah dan/atau imbalan dan tidak memiliki
tanah;
p. pegawai tidak tetap yang diangkat untuk jangka waktu
tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis
profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi
yang tidak memiliki tanah;
q. pegawai swasta dengan pendapatan dibawah Penghasilan
Tidak Kena Pajak dan tidak memiliki tanah;
r. Pegawai Negeri Sipil paling tinggi golongan IIIa yang
tidak memiliki tanah;
s. anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia berpangkat paling tinggi Letnan Dua/lnspektur Dua Polisi
atau yang setingkat dan tidak memiliki tanah; atau
t. pekerjaan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Kelompok masyarakat
dengan Hak Kepemilikan Bersama merupakan gabungan dari orang-perseorangan yang
membentuk kelompok, berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan
untuk diberikan objek redistribusi tanah.Sedangkan badan hukum yang dimaksud
sebagai subjek penerima redistribusi tanah adalah berbentuk koperasi, perseroan
terbatas, atau yayasan, yang dibentuk oleh Subjek Reforma Agraria orang perseorangan
atau kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama atau badan usaha milik
desa.
Objek legalisasi aset yang
merupakan objek penataan aset meliputi tanah transmigrasi yang belum
bersertipikat; dan tanah yang dimiliki masyarakat. Tanah transmigrasi yang
belum bersertipikat harus memenuhi kriteria yaitu tidak termasuk dalam kawasan
hutan atau telah diberikan hak pengelolaan untuk transmigrasi.
Dalam hal tanah transmigrasi
yang belum bersertipikat termasuk dalam kawasan hutan, proses pelepasan atau
perubahan batas kawasan hutannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan, sedangkan kalau lahan tersebut belum memperoleh hak pengelolaan untuk
transmigrasi maka legalisasi asetnya dilakukan setelah terbit keputusan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi atau bupati/wali kota
atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa pembinaannya telah diserahkan
kepada pemerintah kabupaten/kota dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah kabupaten/ kota.
Objek legalisasi aset berupa
tanah transmigrasi yang telah ditetapkan diberikan kepada Subjek Reforma
Agraria melalui mekanisme:
a. sertipikasi tanah transmigrasi
Subjek
Reforma Agraria merupakan orang perseorangan yang terdiri atas kepala keluarga
beserta anggota keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. sertipikasi tanah yang dimiliki
masyarakat.
Subjek
Reforma Agraria terdiri atas:
kriterianya
adalah Warga Negara Indonesia; dan berusia paling sedikit 18 (delapan belas)
tahun atau sudah menikah.
- kelompok masyarakat
dengan Hak Kepemilikan Bersama; atau
Kelompok
masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama merupakan gabungan dari
orang-perseorangan yang membentuk kelompok, yang berada dalam satu kawasan
tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan objek legalisasi aset.
Badan
hukumnya berbentuk koperasi, perseroan terbatas, atau yayasan, yang dibentuk
oleh Subjek Reforma Agraria dengan Hak Kepemilikan Bersama; atau badan usaha
milik desa.
Penataan
Akses
Penataan Akses dilaksanakan
berbasis klaster dalam rangka meningkatkan skala ekonomi, nilai tambah serta mendorong
inovasi kewirausahaan Subjek Reforma Agraria. Penataan Akses meliputi:
a. pemetaan sosial;
Pemetaan
sosial untuk mengetahui potensi, peluang, dan kendala yang dimiliki Subjek
Reforma Agraria sebagai kelompok sasaran Penataan Akses.
b. peningkatan kapasitas kelembagaan;
Peningkatan
kapasitas kelembagaan dilakukan melalui pembentukan kelompok sasaran Penataan
Akses berdasarkan jenis usaha.
c. pendampingan usaha;
Pendampingan
usaha dilakukan melalui kemitraan yang berkeadilan.
d. peningkatan keterampilan
Peningkatan
keterampilan dilakukan melalui penyuluhan, pendidikan, pelatihan dan bimbingan
teknis.
e. penggunaan teknologi tepat guna
dilakukan
melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga penelitian,
serta kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah.
f. diversifikasi usaha
dilakukan
dengan penganekaragaman jenis usaha untuk memaksimalkan upaya peningkatan kesejahteraan.
g. fasilitasi akses permodalan
Fasilitasi
akses permodalan dilakukan oleh lembaga keuangan, koperasi dan badan usaha melalui
dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility/CSR) .
h. fasilitasi akses pemasaran (offtaker)
Fasilitasi
Akses permodalan dilakukan melalui penetapan kebijakan pemberian pinjaman
kepada kelompok sasaran Penataan Akses dengan bunga rendah dengan jangka waktu
panjang.
i. penguatan basis data dan informasi
komoditas;
Fasilitasi
akses pemasaran dilakukan dengan menampung dan menyalurkan hasil usaha kelompok
sasaran Penataan Akses.
j. penyediaan infrastruktur pendukung.
Penguatan
basis data dan informasi komoditas dilakukan dengan menyusun basis data
Penataan Akses yang digunakan sebagai dasar pengawasan.
Penataan Akses dilaksanakan
dengan pola:
a. pemberian langsung oleh pemerintah;
b. kerja sama antara masyarakat yang memiliki Sertipikat
Hak Milik dengan badan hukum melalui program kemitraan yang berkeadilan;
dan/atau
c. kerja sama antara kelompok masyarakat yang memiliki
hak kepemilikan bersama dengan badan hukum melalui program tanah sebagai
penyertaan modal.
Penataan Akses dilaksanakan
oleh kementerian/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Gugus Tugas Reforma
Agraria. Dalam rangka mengoordinasikan pelaksanaan Penataan Akses, Gugus Tugas
Reforma Agraria dapat menunjuk pendamping dan/atau mitra kerja Subjek Reforma
Agraria.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria